Senin, 23 April 2012

Menuju Hidup dengan Berbelas Kasih


Di Muat Bisnis Indonesia
22, April 2012
 
Judul Buku:Compasion:12 Langkah Menuju Hidup Berbelas Kasih
Penulis:  Karen Amstrong
Penerbit: Mizan
Tahun: 1, 2012
Tebal: 243 halaman
Harga:RP 39.000


Siapa orang yang tidak ingin hidup damai dan penuh kasih antar sesamanya? Kehidupan manusia saat ini, mudah sekali di warnai dengan berbagai tindakan konyol. Bahkan, kurang menghargai peri kemanusiaaan dan cenderung berbuat semau hati. Misal saja, memperlakukan orang lain lebih rendah. Tentunya berseberangan dengan ajaran agama yang menuntut seseorang untuk berbuat saling asih-mengasihi dalam banyak hal. Bukankah, semua orang di hadapan Tuhan itu sama terkecuali ketakwaannya?
Walaupun semua agama sudah mengajarkan ajaran belas kasih kepada pemeluknya, nampaknya masih saja belum di praktekan dengan baik.  Penting sekiranya, saat ini bagi siapa saja di muka bumi untuk membangun sebuah komunikasi global yang di dalamnya semua orang dapat hidup bersama saling menghormati satu sama lain. Tanpa memandang embel-embel agama, suku, ras, dan etnis. Sehingga kehidupan  bermasyarakat yang harmonis dapat tercipta.
Karen Amstrong lewat buku terbarunya ini, mengajak kepada kita untuk memetik inti dari ajaran semua agama yakni “Belas Kasih”. Ada 12 Langkah menuju hidup berbelas kasih yang hendak diperkenalkannya. Pertama, Belajar Tentang Belas Kasih, Bagaimana Seharusnya kita berbicara dengan sesama, Kepedulian untuk Semua, dll. Dengan memperaktekan ajaran belas kasih dalam kehidupan, di harapkan semua orang akan merasa terasa terangkat harkat dan maratabatnya dalam pergaulan.
Menurut Karen Amstrong, menempatkan diri kita dalam posisi orang lain, untuk merasakan penderitannya seolah-olah itu adalah penderitaan sendiri, dan secara murah hati masuk kedalam sudut pandangnya menjadikan sebuah penawar bagi masalah yang di hadapi semua orang di zaman ini. Hal itu, juga sebagaimana prinsip ajaran Guru Bijak Konfusius(551-479 SM)”jangan kau lakukan kepada orang lain apa-apa yang kau tidak ingin mereka lakukan kepadamu.”(hal, 15)
Apapun alasanya, demi kepentingan pribadi maupun kelompoknya, seseorang tetap tidak di perkenankan tidak memperdulikan sesamanya terlebih kepada saingannya. Sebagaimana, perbuatan belas kasih yang pernah di praktikan oleh Nabi Muhamad Saw dalam menyebarkan ajaran Islam. Untuk melawan keangkuhan kaum Jahiliyah dengan cara melestarikan nilai-nilai kemansiaan seperti kebebasan. Sehingga ajaranya dapat di terima oleh umat manusia.
Semesetinya, tradisi belas kasih harus di terapkan oleh seseorang dalam kehidupan sosial. Mengingat, belas kasih merupakan sesuatu yang alami bagi manusia. Sekaligus pemenuhan watak manusiawi untuk menyisihkan ego kita kedalam tenggang rasa yang secara konsisten terhadap orang lain. Tak dapat dibayangkan, jika diri kita terprogram untuk mengejar kepentingan kita sendiri tanpa peduli apapun kepada orang lain. Bukankah, kita semua juga makhluk yang sempurna?
Untuk itulah belajar hidup berbelas kasih menjadi penting dalam kehidupan. Terlebih, di tengah kondisi kehidupan manusia saat ini yang semakin gila dengan duniwai. Seperti, gila jabatan, rakus, tamak dll. Buku ini, memberikan wejangan kepada para pembaca supaya berlatih untuk melatih kembali respon kita dan membentuk kebiasaan mental yang ramah, lemah, lembut, dan tidak di warnai ketakutan pada orang lain. Sehingga proses itu akan menjadi kebiasaan seumur hidup.
Dengan hdiup berbelas kasih antar sesama kehidupan yang harmonis akan tercipta. Diri kita juga akan belajar mengenai tuntunan syaraf otak dan persyaratan tradisi kita. Dalam buku ini, Karen Amstrong juga merekomendasikan kepada pembaca untuk mencari bacaan lebih lanjut yang bisa membantu Anda memperluas pengetahuan tentang tradisi Anda sendiri dan orang lain. Akhirnya, layaklah buku ini untuk di baca oleh siapa saja.
Peresensi Ahmad Faozan, Ketua Himpunan Mahasiswa Santri Alumni KeluargaTebuireng, Yogyakarta



Kamis, 12 April 2012

Ulama Pengutuk Terorisme

Dimuat Analisisnews.com
13 April 2012
 
Judul Buku            : Islam “Mahzab” Fadlullah
Penulis                  : Husaein Jafar Al Hadar
Penerbit                 : Mizania
Tahun                    : 1, Agustsus 2011
Tebal                      : 278 halaman
Harga                     : Rp.49.000,--




Dunia Islam saat ini sedang dihadapkan dengan berbagai persoalan-persoalan global. Seperti, terorisme, perpecahan antar kelompoak, kemiskinan dll. Peran para pemuka agama dalam membina umatnya penting dilakukan. Sehingga, umat Islam dalam mensikapi isu-isu global dapat ditanggapi dengan kedewasaan. Dan, menjaga persatuan dan kesatuan umat Islam dalam kehidupan beragama dan berbangsa amat menjadi penting.

Masih banyaknya umat beragama”Islam” beribadah bukan karena kesadaran diri melainkan faktor tradisi dari keturunan ayah, kakek, dan nenek moyangnya. Menjadikan, pesan-pesan ilahi kurang di pahami secara mendalam. Akhirnya, banyak ayat-ayat suci di jadikan legitimasi untuk berjihad melawan umat Islam yang tidak sepaham  maupun yang tak seiodeologi dengannya. Untuk itulah, mempelajari agama dengan sungguh-sungguh menjadi sebuah keharusan.

Buku ”Islam Mahzab Fadlullah” karya Husein Ja’far Al Hadar ini, merangkum sekian pandangan Fadlullah tentang Islam. Fadllulah merupakan salah sati tokoh penyeru kedamaian dunia. Sekaligus, tokoh gerakan Islam timur “Hezbullah”. Menurutnya, masih banyak umat Islam yang kurang memahami dan menghayati ajaran Islam juga membuat mentalitas umat Islam mudah di obok-obok terutama oleh Barat.

Dalam hal ini, Fadlulah menyeru kepada umat  Islam untuk merespon segala isu yang berkembang terutama berbau agama”Islam” dengan intelektualitas objektif, bukan melalui naluri emosional, supaya umat Islam tidak terjebak pada sikap apapgetic dan emosional. Sebagai ulama, Ia pun mengutuk berbagai tindakan terorisme. Pasalnya, gerakan mengibarkan jihadisasi dimana-mana, berujung pada rakyat kecil yang sering menjadi korbannya. Seharusnya, umat Islam bersikap dewasa.

Barat yang kerap melakukan legitimasi dan slogan-slogan tentang demokrasi, kebebasan, hak asasi manusia dll. Pada intinya, hanya bertujuan mengkerdilkan umat Islam. Fadlullah, juga sangat menentang gerakan Taliban yang berbasis anarkisme. Karena, melanggar nilai-nilai dasar Islam namun perlu untuk di luruskan.  Bukankah, Islam sangat menentang tindakan anarkisme?

Rendahnya kesadaran umat beragama”Islam”, akan ajaran agamanya menjadi salah satu kelemahan yang harus di benahi. Mengingat, perbedaan kelompok semisal sunni-syiah di internal Islam sendiri kerap menciptakan ketidakharmonisan. Apalagi, dengan kelompok-kelompok berpaham radikal. Penting sekiranya, menguatkan hubungan emosional antar umat Islam dimanapun berada.

Sehingga, dapat meniptakan kedewasaan serta membantu umat Islam untuk tidak mudah terprofokasi oleh berbagai isu global seperti terorisme. Menegakan agama Tuhan dengan jalan kekerasan merupakan suatu tindakan yang ironis. Dan tidak semestinya dilakukan oleh umat Islam. Peran para ulama sebagai pengayom umat amat dibutuhkan dalam hal ini. Dengan cara itu pula, berbagai kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok Islam dimanapun dapat diminimaslir.

Dalam buku ini, Jafar juga memasukan pemikiran Fadlullah tentang masalah wanita. Ia, hadir sebagai ulama “modernis” dengan suara yang berbeda. Menurutnya, “wanita dalam kaca mata negara Islam kerap di campakan karena kultur sosial “bukan Islam yang menjadi sumber rasa malu pria jika hendak melakukan pekerjaan rumah tangga!”.(hal 110) Hal itu, di dasari pada visi Muhamad Saw saat mendakwahkan Islam yakni, mengangkat umat manusia dari zaman  “kegelapan” (dhuzulumat) menuju “cahaya”(nur). Tanpa, memandang lelaki maupun perempuan dalam lingkup keluarga maupun sosial.

Selain itu, juga membahas masalah Islam yang ada di Indonesia. Menurut Fadlulah, Indonesia adalah negara berpenduduk Muslim terbanyak di dunia. Karenanya, begitu penting untuk menjadi perhatian bagi setiap ulama untuk memajukan Islam. (hal,196) mengingat, Indonesia memiliki daya tawar politik yang mahal dalam percaturan politik di dunia.

Buku bertajuk Islam Mahzab Fadlulah ini, pada intinya mengajak kepada para pembaca untuk berdamai, merangkul, dan bersaudara dengan kalangan siapa saja termasuk non Muslim. Sebab, perbedaan bukan lantas menghalalkan segala cara untuk membenci ataupun memusuhinya.
*)Ahmad Faozan, Ketua Himasakti Tebuireng, Yogyakarta.