Judul Buku: Kata Adalah
Senjata
Penulis: Subcomandante Marcos
Penerjemah: Roni Agustinus
Penerbit: Resist Books
Cetakan: 1, April 2005
Tebal:
334 halaman
ISBN:
979372345-5
"Katakan "TIDAK"pada
perang. Juga "TIDAK" pada rasa takut, pada kemunduran,
"TIDAK" pada penyerahan kalah, "TIDAK" pada pelupaan,
"TIDAK"pada celaan akan kemanusiaan kita. Inilah
"TIDAK"pada kemanusiaan Neoliberalisme". Agustinus(penerjamah),
"Kata Adalah Senjata": (Marcos. halaman 40.)
Sepatah kata tulisan diatas menggambarkan isi buku ini.
Marcos, nama aktor intelektual Zapatista, yang terpampang dengan jelas dalam
sampul buku ini, senantiasa menyembunyikan wajahnya.Meskipun sekilas kelihatan
seorang pemberontak, yang seringkali memiliki konotasi angker, namun tidak bagi
Dia. Dia berhasil menghidupkan ruh kata-kata dan menjadikannya sebagai senjata
andalannya. Sayatan kata-katanya mampu menandingi tajamnya pedang. Dan
dahsyatnya sebuah mortil.
Dia memberontak kepada pemerintah Meksiko, karena kejam kepada rakyatnya. Demi cita-cita mulia
dan untuk menegakan kebenaran, Marcos bersama Ejerito Zapatista de Libracion
Nacional (EZLN) atau Tentara Pembebasan Nasional Zapatista setia mengawal dan
mengomando masyarakat Adat, Chiapas, Meksiko berjuang. Peran Subcomandante
Marcos nampak dalam gerakan Zapalista. Sekalipun persenjataan perang”modern”
(seperti mortil dan sejenisnya) selalu menjadi alat utama untuk membungkam dan
menaklukan lawan. Sama sekali tak membuatnya tertarik. Ia mampu membangun komunikasi
politik yang menawan dengan kelompok minoritas.
Pemerintah sebagai penanggungjawab utama terhadap bangsa dan
rakyatnya tak mau mendengarkan jeritan dan isak tangis anak-anak."Kita semua
telah menjadi cermin pergulatan antara kampung global dan kampung lokal, antara
intregrasi ekonomi pada taraf dunia dan loyalitas pada komunitas, ingatan,
tradisi. Namun atas segenap iming-iming materiil perdagangan bebas dunia,
faktanya adalah tak seorang pun hidup dalam ekonomi-makro".(halaman 13) ]
Tanpa sebuah prediksi gerakan ini mampu menciptakan sejarah
baru bagi kehidupan masyarakat di Meksiko. Bahkan, menyihir dunia
internasional. Padahal dalam aksinya hanya bersenjatakan buku-buku sastra.
Marcos menyusun dan membingkai tulisannya dengan balutan sastra untuk melawan
pemerintah, yang sekian lama melakukan penindasan terhadap rakyat. Perlakuan kurang
memanusiakan terhadap kelompok minoritas di Chiapas. Sebuah tempat yang
notabene dihuni oleh masyarakat Adat, dimana kalangan perempuan dan anak hidup jauh
dari penghargan dan penghormatan. Sudah hidup miskin, dirampas pula haknya.
Dalam tulisannya, ia menguraikan realitas kehidupan sosial sejujurnya.
Seni Berpolitik
Masyarakat adat di Chiapas hidup serba tak berkeadilan dan
keberpihakan. Mereka diekploitasi ketimbang diasingkan. Mendorong Marcos beraksi
melakukan perubahan. Awalnya, ia bingung harus dengan cara apa membakar
semangat masyarakat Chiapas. Mereka benar-benar lumpuh setelah sekian lama hak
hidupnya diamputasi dan dipasung oleh rezim pemerintah Meksiko. Sejak itulah,
Marcos secara istiqamah memberondong dengan tulisan.
Seharusnya dalam abad milinium semua negara bangsa di belahan
dunia manapu menjadikan tatanan kehidupan yang mulia dan beradab. Namun, sayang
kesemuanya itu hanya terjadi di alam mimpi manusia. Yang ada hanyalah sebuah
penjajahan. Dalam pengertian berlomba-lomba menjadi penguasa dunia.
Negara-negara besar di dunia mencari muara kehidupan (yang ujung-ujungnya hanya
menindas dengan kebijakan politiknya) sesat. Misal saja, kebijakan negara
Adikuasa terhadap bangsa kita dalam bidang ekonomi.
Betapa pengaruh kepentingannya melebihi kebutuhan bangsa dan
rakyat Indonesia. Sehingga, sumber kekayan bangsa ini, seperti kontrak Freport
bertahan lama. Hegemoni Amerika terhadap Indonesia secara tidak langsung juga
menuntut kepatuhan mutlak. ”Mari memandang dalam diam, mari kita belajar
mendengar, barangkali kita nanti akhirnya sanggup mengerti.”(halaman 7)
Dalam media Rebelta, no 7, Mei 2003 Marcos menuliskan tujuh pemikirannya.
Menurutnya, segal ide pemikirannya bertujuan untuk membuka ruang diskusi
bersama. Pertama, Teori(dan analisa politiknya) dalam gerakan sosial dan
politik. Dimana segala refleksi teoritisnya bukan mencerminkan orang Zapatista
murni, melainkan tentang realitas dimana melancarkan aksinya. Mereka memiliki
anggapan, dengan mencatat dan menganalis bukan sekedar untuk mengetahui tentang
apa yang terjadi, namun juga untuk menjajal dan mengubahnya. Kedua,
negara bangsa dan polis.
Sekarang ini, Negara-Bangsa yang memiliki predikat Adikuasa (Amerika Serikat)
hanya eksis di televisi, radio, koran, dan majalah serta bioskop. Dalam pabrik
impian konsorium media raksasa itu, presiden tampak cerdas dan bersimpatik,
keadilan selalu menang. Masyarakat selalu menang menghadapi sang tiran,
pemberontakan dihadapan kesewenang-wenangan berhasil dengan cepat dan efektif,
dan bahagia selamanya”. Tetapi dalam realitas, yang terjadi sesungguhnya
sebaliknya.
Bahkan, segala hal yang tak bisa ditaklukan dengan uang, dapat
dilakukan dengan korporasi. Proyek ini, didirikan diatas reruntuhan negara
bangsa. Ketiga, politik. Bila uang adalah dinamit, politisi
adalah”reserse” penghancuran. Dengan menghancurkan dasar-dasar negara bangsa,
kelas politik tradisional juga menghancurkannya alibinya: para atlet politik
yang maha bertenaga itu kini memandang, dengan takjub dan tak percaya, pada
mereka si penjaga tokoh, yang tak punya gagasan apapun soal tata kelola negara.
Ia bukannya mengalahkan mereka, ia begitu saja menngantikan mereka. Kelas
politik tradisional tak mampu membangun kembali fondas-fondasi Negara-Bangsa,
dll.
Aksi unjuk diri dari Marcos, dkk sangat ciamik. Perjuangannya
diperuntukan untuk kebersamaan semua. Bahkan, menjadi ilham bagi dunia
pergerakan sosial di dunia modern ini. Meracik komunikasi politik dengan sastra
menjadi senjata yang sangat ampuh dan tepat ke sasaran. Menggugah kita bersama
bahwa kegiatan melakukan penyadaran lewat kata-kata akan lebih efektif menusuk
jantung manusia. Ketimbang senjata modern yang banyak dilakukan oleh Militer.
Selain tak beradab juga mengancam peradaban manusia.
Menurut anggapan saya, apa yang dilakukan oleh Rony
Agustinus, selaku penerjamah, buku ini, pantas kita apresiasi. Buku ini,
merupakan kumpulan (tulisan)komunikasi Markos. Yang tersirat dalam surat-surat
perlawanannya. Membantu pembaca memahami mengenai sekelumit gerakan Zapalista.
Yang sebelumnya tercover dalam buku "Bayang
Tak Berwajah"yang juga menjadi referensi
utama mengenai Marcos. Amat diasayangkan, Anda kaum pergerakan dan pejuang
sosial mengabaikan buku ini. Selamat membaca!!
Peresensi adalah Fao,
Jamaah Salik, (Santri Anti Liberalisme dan Kapitalisme) Tebuireng, Jombang,
Jatim.
Nice bro...
BalasHapusMantull..
BalasHapus