Judul
Buku :Pluralisme dan Kebebasan Beragama
Penulis:
Djohan Efendi
Penerbit:
intermide Yogyakarta
Cetakan:
2, 2013
Tebal: 158 halaman
Harga : IDR 30.000
ISBN : 979-8726-40-8
Dewasa ini umat beragama dibelahan dunia manapun,
tak terkecuali di Indonesia sedang menghadapi tantangan serius. Berbagai macam isu
global mampu menimbulkan ketegangan social. Misal saja, terorisme yang datang
ke Indonesia. Banyak diantara pemuda bangsa menjadi aktor terorisme dan
masyarakat menjadi resah. Pasalnya, ancaman bom bisa meledak kapan saja,
sekalipun di tempat suci seperti masjid dan greja. Tak pelak, strategi untuk menciptakan
kehidupan berbangsa dan beragama yang harmonis pun amat dibutuhkan.
Agama sejatinya
merupakan sebuah pedoman kehidupan bukan pengundang konfik dan teror.
Mengingat, dalam agama apapun berbagai tindakan aniaya sangat dilarang. Bahkan,
mendapatkan murka dari Tuhan. Semestinya isu tentang terorisme dapat diredam tanpa
memunculkan reaksi yang berlebihan. Masih belum matangnya menjalankan koonsep
Demokrasi juga ikut menimbulkan gejolak.
Bukankah, hal itu memicu kita sebagai warga bangsa untuk mencari dan menemukan
alat perekat bangsa?
Buku ini, mencoba memberikan gambaran mengenai
artikulasi hidup bersama, saling memahami dan menjunjungtinggi hak individu
secara komprehensif. Intelektual Muslim
kontemporer negri ini, Djohan Efendi, secara bernas menguraikan pemahamanya
mengenai masalah pluralisme. Menurutnya, wacana pluralisme yang sangat populer
diabad 21 ini, masih dianggap tabu. Dan dianggap berbahaya. Sebagaimana pernah
di fatwakan keharamannya oleh lembaga negara beberapa tahun silam.
Bahkan, hingga sekarang juga masih menyisakan
perdebatan yang tiada habis. Baik dikalangan kaum akademik maupun agamawan.
pluralitas agama dan keyakinan masyarakat belum sanggup dijadikan sebagai
potensi konstruktif bangsa untuk membangun demokrasi, Indonesia, tanpa adanya
kekerasan. Semua pemuka agama sepakat bahwa budaya kekerasan dan tindakan
bengis itu tidak sesuai dengan ajaran apapun. Semestinya hal ini menjadi
pegangan wajib. Bukankah, cita-cita tentang persatuan Indonesia ditedaskan
dalam mukadimah UUD negara?
Bumi Indonesia merupakan tempat bertumbuh
dan berkembangnya agama-agama besar yang juga menjadi reprensetatif dari agama
besar didunia(Islam, Kristen, Budha, Hindu, Konghucu). Para pemeluknya mampu
mengisi ruang kehidupaan sosial masyarakat Indonesia. Tersatukan oleh ideologi
bangsa, bhineka tunggal ika. Sungguhpun demikian, rasa persatuan dan kesatuan
diantara mereka mudah membara. Salah satu faktor kerapuhannya, yakni tak cukup
kuatnya membendung isu-isu(agama) secara global menjadikan hubungan antar umat
beragama dmenjadi rawan konflik. Jika sudah demikian, pergesekan pun tak terhindarkan.
Lantas, bagaimana komitmen umat beragama dalam menjaga keharmonisan?
Kimbal (2013) mengungkapkan, agama merupakan salah satu kekuatan super
dahsyat bagi manusia. Dimana melalui agama mampu menjadikan seseorang peduli
sesama orang lain dan memotivasi kebangkitannya. Bahkan, sekaligus menjadi
pendorong terjadinya perbuatan jahat. Penting sekiranya kerja sama antar umat
beragama untuk membangun kemajuan bersama dalam hal apapun dan menyelamatkan
kehidupan manusia secara universal. Misal saja, pada masa demokrasi parlementer
husus umat Kristen dan Muslim menjalin hubungan yang sangat romantis. (Hal.23.)
Sejatinya, ajaran agama dipahami secara
universal, sehingga tidak menimbulkan penyelewengan. Misal saja, dalam
pemahaman kebenaran tunggal dalam memahami mengenai masalah jihadisme. Nampak,
hanya demi kepentingan diri dan kelompok. Yang kini banyak dikibarkan kaum
muslim radikalis. Tak pelak, mala petaka pun bermunculan. Dan teror pun
menjadi-jadi. Betapa agama telah mengalami kemandulan dalam mencegah
kemekarakan tindakan brutalisme. Padahal kemanjuran ajaran agama mampu
mengobati berbagai penyakit kronis. Kehidupan masyarakat yang demokratis
seperti di Indonesia menuntut kesabaran dan ketersedian untuk menerima,
kesetiaan dalam mengikuth hukum dan aturan permainan serta keterbukaan.
(halaman 26 )
Mewujudakan bangsa Indonesia yang harmoni
dan kuat merupakan harapan semua pihak. Kini, terjadinya kontradiksi antara
cita-cita bangsa dan realitas tidak lain karena gagasan pluralisme masih
dipahami sebelah mata. Sehingga, umat ndnjadi bingung. Padahal pluralisme
merupakan perekat para( pemeluk agama) Kerja sama antar umat beragama
diharapkan mampu membangun persatuan dan kesatuan bangsa. Sebenarnya, jika dilihat secara mendalam, yang
melatarbelangi kekerasan atas nama agama juga disebabkan oleh faktor sosial dan
ekonomi.
Menurut hasil pemikiran Djohan Efendi,
pakar pluralisme Indonesia, manusia adalah satu tapi sekaligus majemuk, sama
tapi sekaligus unik. Umat manusia sama dalam martabat dan harkat kemanusiannya
tetapi tiap-tiap masing-masing memiliki keunikan yang berbeda satu sama
lainnya. Paham pluralisme tak bisa
dipahami sebagai paham sesat maupun membahayakan. Tanpa pluralisme, hubungan
antarumat agama menjadi semakin rapuh. Mengingat, banyak problematika sosial
dan ekonomi yang ikut juga membuat orang menjadi marah dan anarkis. Gerakan
pluralisme Indonesia merupakan salah satu pilihan tepat menuju demokrasi
Indonesia yang berkeadilan dan damai tanpa kekerasan.
Oleh, Ahmad Fao,
Pengelola Sanggar Kepoedang( Komunitas Penulis Muda Tebuireng), Jombang, Jawa
Timur.