Sabtu, 21 Desember 2013

Pluralisme Perekat Bangsa

Judul Buku :Pluralisme dan Kebebasan Beragama
Penulis: Djohan Efendi
Penerbit: intermide Yogyakarta
Cetakan: 2, 2013
Tebal:  158 halaman
Harga   : IDR 30.000
ISBN   : 979-8726-40-8



Dewasa ini umat beragama dibelahan dunia manapun, tak terkecuali di Indonesia sedang menghadapi tantangan serius. Berbagai macam isu global mampu menimbulkan ketegangan social. Misal saja, terorisme yang datang ke Indonesia. Banyak diantara pemuda bangsa menjadi aktor terorisme dan masyarakat menjadi resah. Pasalnya, ancaman bom bisa meledak kapan saja, sekalipun di tempat suci seperti masjid dan greja.  Tak pelak, strategi untuk menciptakan kehidupan berbangsa dan beragama yang harmonis pun amat dibutuhkan.

 Agama sejatinya merupakan sebuah pedoman kehidupan bukan pengundang konfik dan teror. Mengingat, dalam agama apapun berbagai tindakan aniaya sangat dilarang. Bahkan, mendapatkan murka dari Tuhan. Semestinya isu tentang terorisme dapat diredam tanpa memunculkan reaksi yang berlebihan. Masih belum matangnya menjalankan koonsep Demokrasi  juga ikut menimbulkan gejolak. Bukankah, hal itu memicu kita sebagai warga bangsa untuk mencari dan menemukan alat perekat bangsa?

Buku ini, mencoba memberikan gambaran mengenai artikulasi hidup bersama, saling memahami dan menjunjungtinggi hak individu secara komprehensif.  Intelektual Muslim kontemporer negri ini, Djohan Efendi, secara bernas menguraikan pemahamanya mengenai masalah pluralisme. Menurutnya, wacana pluralisme yang sangat populer diabad 21 ini, masih dianggap tabu. Dan dianggap berbahaya. Sebagaimana pernah di fatwakan keharamannya oleh lembaga negara beberapa tahun silam.

 Bahkan, hingga sekarang juga masih menyisakan perdebatan yang tiada habis. Baik dikalangan kaum akademik maupun agamawan. pluralitas agama dan keyakinan masyarakat belum sanggup dijadikan sebagai potensi konstruktif bangsa untuk membangun demokrasi, Indonesia, tanpa adanya kekerasan. Semua pemuka agama sepakat bahwa budaya kekerasan dan tindakan bengis itu tidak sesuai dengan ajaran apapun. Semestinya hal ini menjadi pegangan wajib. Bukankah, cita-cita tentang persatuan Indonesia ditedaskan dalam mukadimah UUD negara?

Bumi Indonesia merupakan tempat bertumbuh dan berkembangnya agama-agama besar yang juga menjadi reprensetatif dari agama besar didunia(Islam, Kristen, Budha, Hindu, Konghucu). Para pemeluknya mampu mengisi ruang kehidupaan sosial masyarakat Indonesia. Tersatukan oleh ideologi bangsa, bhineka tunggal ika. Sungguhpun demikian, rasa persatuan dan kesatuan diantara mereka mudah membara. Salah satu faktor kerapuhannya, yakni tak cukup kuatnya membendung isu-isu(agama) secara global menjadikan hubungan antar umat beragama dmenjadi rawan konflik. Jika sudah demikian, pergesekan pun tak terhindarkan. Lantas, bagaimana komitmen umat beragama dalam menjaga keharmonisan?

Kimbal (2013) mengungkapkan, agama merupakan salah satu kekuatan super dahsyat bagi manusia. Dimana melalui agama mampu menjadikan seseorang peduli sesama orang lain dan memotivasi kebangkitannya. Bahkan, sekaligus menjadi pendorong terjadinya perbuatan jahat. Penting sekiranya kerja sama antar umat beragama untuk membangun kemajuan bersama dalam hal apapun dan menyelamatkan kehidupan manusia secara universal. Misal saja, pada masa demokrasi parlementer husus umat Kristen dan Muslim menjalin hubungan yang sangat romantis. (Hal.23.)

Sejatinya, ajaran agama dipahami secara universal, sehingga tidak menimbulkan penyelewengan. Misal saja, dalam pemahaman kebenaran tunggal dalam memahami mengenai masalah jihadisme. Nampak, hanya demi kepentingan diri dan kelompok. Yang kini banyak dikibarkan kaum muslim radikalis. Tak pelak, mala petaka pun bermunculan. Dan teror pun menjadi-jadi. Betapa agama telah mengalami kemandulan dalam mencegah kemekarakan tindakan brutalisme. Padahal kemanjuran ajaran agama mampu mengobati berbagai penyakit kronis. Kehidupan masyarakat yang demokratis seperti di Indonesia menuntut kesabaran dan ketersedian untuk menerima, kesetiaan dalam mengikuth hukum dan aturan permainan serta keterbukaan. (halaman 26 )

Mewujudakan bangsa Indonesia yang harmoni dan kuat merupakan harapan semua pihak. Kini, terjadinya kontradiksi antara cita-cita bangsa dan realitas tidak lain karena gagasan pluralisme masih dipahami sebelah mata. Sehingga, umat ndnjadi bingung. Padahal pluralisme merupakan perekat para( pemeluk agama) Kerja sama antar umat beragama diharapkan mampu membangun persatuan dan kesatuan bangsa. Sebenarnya,  jika dilihat secara mendalam, yang melatarbelangi kekerasan atas nama agama juga disebabkan oleh faktor sosial dan ekonomi.

Menurut hasil pemikiran Djohan Efendi, pakar pluralisme Indonesia, manusia adalah satu tapi sekaligus majemuk, sama tapi sekaligus unik. Umat manusia sama dalam martabat dan harkat kemanusiannya tetapi tiap-tiap masing-masing memiliki keunikan yang berbeda satu sama lainnya. Paham pluralisme tak bisa dipahami sebagai paham sesat maupun membahayakan. Tanpa pluralisme, hubungan antarumat agama menjadi semakin rapuh. Mengingat, banyak problematika sosial dan ekonomi yang ikut juga membuat orang menjadi marah dan anarkis. Gerakan pluralisme Indonesia merupakan salah satu pilihan tepat menuju demokrasi Indonesia yang berkeadilan dan damai tanpa kekerasan.

Oleh, Ahmad Fao, Pengelola Sanggar Kepoedang( Komunitas Penulis Muda Tebuireng), Jombang, Jawa Timur.