Senin, 22 Juli 2013

Islam dan Pendidikan Seksual



Dimuat Majalah Tebuireng
Edisi Juli-Agustus 2013
Judul Buku: Ibadah Seksual: Ibadah untuk Mendapatkan Kenikmatan di Dunia dan Akhirat
Penulis : M.Thiami dan M. Ibn Umar Al-Nawawi 
 Penerbit: Pustaka Akhlak
Tebal: 191 halaman
Tahun: 1 Mei 2013
Harga:


Diskursus tentang pendidikan seks mulai menarik simpatik publik khususnya para orangtua dewasa ini. Krisis  pengetahuan seks menjadi salah satu faktor mencuatnya dorongan untuk mengetahui dan beriplikasi melakukan hal yang belum patut dilakukan oleh sebagian kaum remaja, yakni hubungan suami isteri. Padahal semula pendidikan seks tak banyak orang yang menaruh perhatian, kebanyakan orang lebih menunjukan sikap alerginya. 

Salah satu persoalnnya adalah pemahaman kata seks yang seringkali dikonotasikan keliru oleh sebagian orang. Kata seks bermakna jenis kelamin. Seiring dengan merebahnya fenomena seks bebas dikalangan generasi muda-mudi, yang sudah semakin tak terkendali. Dan beragam dampak bermunculuan, seperti hamil diluar nikah, penularan penyakit HIV, serta bertambahnya jumlah penduduk yang tidak terkontrol. Pengetahuan mengenai seksual sebagai upaya pembekalan kaum muda-mudi menjadi penting dalam hal ini.

Islam merupakan salah satu agama yang memiliki ajaran yang komprhensif. Salah satunya yakni, pendidikan seksual bagi muda-mudi sebelum menuju ke gerbang pelaminan. Pendidikan pra nikah, selain sebagai upaya untuk pembekalan sejak dini, sekaligus memberikan jalan supaya tidak tersesat. Jauh sebelum wacana pendidikan seksual hingar bingar muncul ke permukaan publik, Islam sudah membahas tuntas dan mendalam. Meskipun hanya sebatas menyangkut etika hubungan suami dan isteri.

Buku bertajuk, “Ibadah Seksual: Ibadah untuk Mendapatkan Kenikmatan di Dunia dan Akhirat” karya intelektual muslim klasik, Muhammad al-Thimami dan Muhammad Ibn Umar Al-Nawawi. Kajian yang komprehensif,  bagi para kaum muda-mudi ini, khususnya bagi yang hendak menikah. Merupakan suatu pembekalan yang sangat berhargad dan penting untuk di petik.

Ditengah kondisi kehidupan modern, dimana kehidupan masyarakat sedang tak sehat, seperti, fenomena wanita hamil diluar nikah, akibat tak mampu menjaga diri dalam pergaulan. Ironisnya, hal tersebut banyak dilakukan oleh sebagaian para pelajar yang jelas sedang bergulat dengan pengetahuan. Tentunya sangat menghawatirkan. Kini, melakukan pencegahan sejak dini khususnya dilakukan keluarga menjadu penting.

Idealnya, hanya saat menikah saja seseorang boleh berbuat berhubungan badan dengan lawan jenis. Dengan menikah, menjadi jalan terbaik untuk menghindari seseorang khususnya para pemuda-pemudia dari maksiat, seperi berzina. Pendidikan seksual pra nikah merupakan suatu hal yang sejatinya wajib  diberikan khususnya oleh para orangtua. Sehingga, generasi muda tidak merasa asing dan penasaran akan masalah seksual. Kaum muda yang memiliki semangat menggebu-gebu terkadang tak kuasa untuk melakukan uji coba. 

Nah, hal inilah yang kiranya penting untuk perhatikan. Paradigma masyarakat akan masalah seksual yang seringkali, dianggap tak penting untuk diajarkan, tentunya perlu diubah, guna meminimalisir kalangan muda-mudi yang ingin melakukan uji coba. Mengingat, kaum muda-mudi merupakan masa-masa untuk berproses mencari jati diri.

Terlebih, kini pengaruh media seperti internet dan budaya Barat semakin tak terkendali. Seiring dengan berkembangnya dunia tekhnologi dan informasi, dimana akses hal-hal berbau pronografi semakin mudah. Sudah selayaknya, para orangtua memberikan pengetahuan sejak dini akan masalah seksual, sehingga hasrat keinginan mencari tahu tidak meledak dibenak kau muda. Bukankah, kita harus mengambil sisi positifnya?

Meskipun, sudah berusaha dengan menggunakan beragam cara untuk membentengi diri hawa nafsu, tetap saja tak mampu mengendalikannya. Islam sebagai agama memberikan opsi yang terbaik bagi kaum muda-mudi untuk terhindar dari seks bebas, yakni dengan jalan menikah. Kewajiban seseorang jika sudah tak mampu mengontrol nafsunya adalah menikah.(halaman 10)Penting sekali, melengkapi pendidikan  seksual pra nikah sebagai ajang melengkapi penyempurnaan hidup(menikah).

Dalam hal ini, Rasulullah Saw, pernah bersabda, ”Keutamaan orang yang berkeluarga dibandingkan orang yang membujang seperti keutamaan orang yang berjihad di jalan Allah terhadap orang yang berdiam diri.” Sesungguhnya, dengan menikah seseorang dapat bersenang-senang dengan isterinya, kapan pun dan dimana pun. Bahkan, Allah juga akan memberikan kecukupan khususnya dalam hal materi bagi siapa saja yang melakukan ibadah pernikahan.

 Nah, hal inilah yang seringkali menjadi salah satu faktor kekhawatiran para pemuda-mudi, tidak mampu membiayai nafkah, yang justeru memilih seks bebas ketimbang menikah.”Siapa yang takut menikah karena takut miskin bukan umatku.”(halaman 13) Bersandar pada ajaran agama Islam, buku setebal 191 halaman ini, memberikan pengetahuan yang mendasar akan masalah seksual khususnya bagi kalangan kaum muda-mudi. Sehingga, membantu para orangtua untuk membantu mengerem hasrat dan nafsu (seksual) anaknya yang menggebu-gebu. Bukankah, seksual jika dilakukan pada waktu yang tepat, setelah menikah, justeru bagian dari ibadah yang sangat dianjurkan?

Oleh Ahmad Faozan, Pegiat Pustaka Tebuireng Jombang.

Panglima Domba Melawan Koruptor



Judul Buku: Teten Masduki: Panglima Domba Melawan Korupsi
 Penulis:   Ahmad Arif dan Ilham Khoiri
Penerbit: Naura Book
Tahun: 1, Februari 2013
Tebal: 384 halaman
Harga:RP. 50.000



Korupsi menjadi salah satu persoalan yang kompleks di negeri bernama Indonesia. Pasalnya korupsi banyak dilakukan dengan melibatkan banyak oknum. Jika tak sabar dalam memberantasnya aparat penegak hukum pun dapat bersikap pesimis. Meskipuan, sudah banyak koruptor yang tertangkap ada saja wajah-wajah baru yang mencuatnya. Tak heran, jika dari mulai pejabat tingkat paling rendah hingga tinggi terkuak kebrobokannya. Bahkan, pejabat dari aparat penegak hukum pun tak sedikit ikut berkorupsi. Begitu kronisnya penyakit korupsi.

Nah, inilah yang menggugah Teten Masduki, aktivis ICW untuk ikut berjuang menyelematkan negaranya dari kepungan koruptor. Menurutnya, walaupun sudah banyak kasus korupsi yang disampaikan, belum ditindak lanjuti secara hukum. Terpenting adalah gerakan sosial antikorupsi bisa lebih efektif dengan mengembankan sanksi sosial kepada koruptor. Pasalnya, yang paling ditakuti koruptor adalah dipermalukan.

Dalam buku, “Teten Masduki: Panglima Domba Melawan Korupsi” ini, menguraikan jejak kehidupan aktivis senior ICW. Pria yang awalnya bercita-cita menjadi guru ini, semasa studi di IKIP Bandung pernag mencicipi dunia aktivis pergerakan sebelum akhirnya menjadi aktivis sejati. Pada tahun 1980, ia bersama teman-temannya selain aktif berdiskusi gagasan kritis juga membangun jaringan intelektual antar mahasiswa di berbagai daerah seperti, Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. 

Pasca menamatkan studinya, ikut kegiatan kelompok studi di LBH dan menjadi anggota. Dari keaktifannya di LBH menjadikan ia mengetahui dan memahami masalah hukum serta pemecahannya. Melalui LBH juga menjadi sarana untuk membela hak-hak rakyat yang sering terdholimi. Tentunya bertolak belakang dengan cita-citanya saat masuk bangku perkuliahan. Sungguhpun demikian, ia justeru menikmati perannya menjadi aktivis sosial. Setelah lama di LBH, ia bersama teman-temannya merintis lembaga anti korupsi (ICW). Lembaga antikorupsi ini bisa lebih efektif dengan mengembangkan sanksi sosial kepada koruptor.(halaman 214)

Bagi Teten, menjadi pejuang sosial merupakan jalan hidup yang tak gampang dan harus memiliki mental baja. Selain sering mendapati ancaman dari luar seperti teror dan dari dalam yakni masalah ekonomi. Wajar, jika ia tak menguatkan imannya, bisa mudah tersihir dengan harta yang melimpah. Betapa koruptor dapat membungkam siapa saja, baik dengan iming-iming mobil, rumah, maupun tumpukan uang. Tak jarang, sebagai aktifis anti korupsi, juga harus berpindah-pindah rumah. Ia dan keluarganya dipaksa siap menghadapi tekanan yang lebih besar.(halaman 231)

 Ditengah merebahnya para tangan-tangan jahil di negeri ini,  tak cukup hanya sekedar mengandalkan KPK sebagai salah satu institusi yang bergerak menegakan hukum. Mengingat, berkorupsi pun sistematis melibatkan banyak orang. Tak mengherankan, jika  antar pejabat negara yang diindikasikan korupsi 'bersama-sama' saling menutupi perbuatan buruknya serapih mungkin. Bahkan, para koruptor juga kerapkali menggoda aparat penegak hukum dengan segala kemewahan hidup, seperti, mobil, rumah, dan uang miliaran bahkan triliunan untuk mengehentikan penegakan hukum. 

 Korupsi yang konon sudah ada semenjak zaman kolonial, tak mungkin diberantas tanpa terbangunnya kesadaran masyarakat. Ironisnya, antar lembaga penegak hukum pun kerap bersitegang. Seharusnya, lembaga penegak hukum seperti kepolisan dan kejaksaan serius menegakan hukum. Penting sekiranya, membangun kebersaman dan penyadaran bersama. Rakyat kita 200 juta jiwa. Masa sih tidak bisa melawan pejabat korup yang mungkin jumlahnya hanya 6 juta.(halaman 206)

Gerakan sosial dalam menciptakan gerakan anti korupsi dengan menekankan sanksi sosial kepada koruptor memang sebuah keharusan. Salah satu andil besar dalam membangun opini publik yang cukup profokatif yang dilakukannya semasa di ICW yakni, ketika ia memberikan dukungan kepada KPK. Dimana, saat kasus cicak melawan buaya KPK sebagai lembaga penegak hukum dalam memberantas korupsi dilemahkan oleh pimpinan lembaga kepolisian, Susno Duadji. Melalui artikel tulisannya di media masa berjudul”Cicak-cicak bersatulah.” Sontak, mampu menarik simpati publik, terbukti 1.000.000 Faceboker memberikan dukungan kepada pimpinan KPK Bibit Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto. 

Selain sibuk dalam memperjuangkan anti korupsi, Teten, juga memiliki kegiatan diluar aktivitasnya sebagai pejuang sosial, yakni berternak domba. Dengan modal awal 75 juta, dia membangun kandang dan menarik 50 ekor indukan domba. Selain bersemangat mendiskusikan soal-soal anti korupsi, ia juga bersemangat berdiskusi soal domba. Tak pelak, panglima domba plus pejuang anti korupsi pun semakin populer melekat padanya. Pengabdiannya kepada bangsa dan rakyat Indoneisia tidak terhenti, dan puas ditengah jalan menjadi pejuang antikorupsi.

Buku setebal 384 halaman ini, mengajak kita mengenal lebih dekat sosok pejuang antikorupsi. Semangatnya dalam menggelorakan kebenaran dan membangun masyarakat yang sadar akan bahaya korupsi patut untuk dilanjutkan generasi muda bangsa ini. Tanpa adanya upaya menggerakan kesadaran bersama dalam memberantas korupsi tentunya akan semakin menyulitkan bangsa ini melepaskan diri lilitan penyakit korupsi.

Persensi Ahmad Faozan, pegiat pustaka Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.