Jumat, 20 Januari 2012

Meneladani Azra


Judul Buku:Cerita Azra: Biografi Cendekiawan Muslim Azyumardi Azra
Penulis:  Andina Dwifatma
Penerbit: Erlangga
Tahun:2011
Tebal: 248 halaman
Harga:55.000


Azumardi Azra di kenal lewat publik dengan gagasan dan pemikirannya yang sangat mencerdaskan. Sebagaimana terlihat dalam berbagai tulisannya di berbagai media masa nasional, yang hampir setiap hari muncul. Dalam dunia akademisi, Azra pub tergolong seorang yang berprestasi. Mantan rektor UIN Jakarta itu, juga salah satu pakar sejarah dan peradaban Islam yang dimiliki bangsa Indonesia. Dan, sudah mendapatkan pengakuan dari kaum intelektual internasional.

Azra menjadi satu-satunya orang Indonesia yang mendapatkan gelar kehormatan” Sir” dari Ratu Inggris. Sehingga dengan bebas masuk keluar Inggris tanpa visa. Melebihi gelar pemain sepakbola populer sekaliber “David Beckham”, yang hanya punya gelar Officer of the Order of Britis Empire Alias OBE. Bagi Azra, tentunya menjadi sebuah kehormatan yang lebih bukan?

 Buku ini, memotret kehidupan Azra dari kecil hingga sekarang ini. Terlahir dari darah Azikar, seorang pedagang kecil yakni, kopra dan cengkih asal Minang. mendapatkan pendidikan langsung dari kedua orangtuannya. Dari mulai belajar membaca dan mendalami agama. Lucunya, belajar membaca yang di berikan ayahnya melalui nama-nama Bus yang melintas di depan rumahnya. Kendati demikian, justeru menjadi modal berharga bagi Azra untuk terus membaca. Berawal dari situlah, menjadikannya aktifitas membaca kapan saja dimana saja.

Setelah menjadi mahasiswa, Azra pun memulai membangun dirinya dengan menggeluti dunia organisasi, tulis-menulis, dan akademisi. Kegemarannya membaca buku, disiplin menulis, dan aktif berorganisasi semenjak menjadi mahasiswa menjadikan langkah hidup di dunia akademisnya banyak meraih prestasi yang membanggakan. Mampukah, diri kita belajar seperti Azra?

Dalam buku ini di kisahkan misalnya, Pendidikan tinggi dari Beasiswa ke Beasiswa. Melalui rekomendasi dari Munawir Sjadzali, mantan menteri agama RI pada awal tahun 1986 ia melanjutkan studi S2 nya di Amerika. Kesempatan emas untuk mengikuti pengembangan keilmuan dan cakrawala dosen-dosen muda di Amerika tidak di sia-siakannya. Nah, dari situlah Azra lantas memulai mengkonsentrasikan minatnya pada bidang sejarah peradaban Islam.

Semasa studi di Amerika, Azra “menumpahkan banyak waktunya untuk belajar sungguh-sungguh. Bahkan, kerap menghabiskan waktu di berbagai perpustakaan Columbia”.(hal,43) Konon, perpustakaan tersebut memiliki sekitar enam juta judul buku. Sebagai kutu buku, tentunya Azra kenyang melahap berbagai bahan bacaan di perpus kampusnya. Kesrakahannya dalam membaca buku tidak terhenti di situ saja. Di luar kampus, Azra gemar sekali mencari-cari buku penting dan klasik. Bahkan, setelah pulang dari Amerika beliau mengirim dua truck yang penuh dengan berisi buku-buku. Setidaknya untuk melihat kemampuan Azra kita dapat mengetahui lewat hasil tulisan Azra di media massa.

 Di tengah kondisi sekarang ini, dimana banyak mahasiswa/wi yang berkuliah hanya sekedar mengisi waktu. Misalnya, berpacaran, jalan-jalan, dll. Seolah tugas menjadi mahasiswa hanya sibuk kuliah semata. Bukankah, mahasiswa adalah agen of change dan sosio control?  Penting, kiranya  bagi pelajar/mahasiswa untuk belajar dari Azra. Baik dari segi kesederhanaan maupun saat berjuang mengejar prestasi. Sudahkah, kita mampu mengarahkan diri untuk menjadi orang berprestasi?

Selain sangat tekun dalam belajar, namun ada sesuatu hal yang cukup membuat kita iba melihatnya, yakni gaya hidup sederhannya. Menurutnya, hidup di perantoan, sebagaimana mahasiswa umumnya serba pas-pasan. Makan pun serabutan. Untuk dapat mengisi perutnya terbiasa hanya memakan roti, telur rebus, mie, worter, dan buah-buahan seadanya. Terpenting, perutnya terisi tanpa memperdulikan kenyang ataupun bergisi. 

Hanya saja, Azra memiliki strategi jitu untuk dapat makan enak saat menjadi mahasiswa asing, yakni menghadiri pengajian yang di adakan oleh masyarakat Indonesia dan berkunjung ke kediamaan diplomat. Bagi saya, sosok Azra patut untuk di jadikan teladan oleh intelektual muda”mahasiswa”. Baik dalam hal membaca, menulis, berorganiasi maupun gaya hidup sederhananya. Sebab jarang mahasiswa sekarang ini, mampu mensinerginkan ketiga aktifitas tersebut.

Buku setebal 248 halaman ini, membantu menjadi spirit bagi para pembaca untuk menjadi orang berprestasi seperti Azra. Sebagaimana dikatakan oleh Prof.Dr. Syafii Maarif, Azra adalah seorang pendidik intelektual dalam makna sejati disamping penulis profilitik yang tak pernah lelah berkarya. Beliau juga mampu menunjukan arti tanggung jawab terhadap diri maupun keluarganya. Selamat membaca!

Ahmad Faozan, Ketua Himasakti(Himpunan Mahasiswa Alumni Santri Keluarga Tebuireng) Yogyakarta

Kamis, 12 Januari 2012

Mengembangkan Teknologi Canggih



Judul Buku:Jejak Pemikiran B.J Habibie: Peradaban Tekhnologi untuk Kemandirian Bangsa
Editor: Andi Makmur Makka
 Penerbit: Mizan
Tahun: 1,November 2010
Tebal: 350 halaman
Harga: Rp 49.000


Mencuat prestasi karya anak bangsa dengan peluncuran mobil Esemka membuat wacana membangun industri nasional semakin deras. Dukungan dari berbagai pihak kini bermunculan. Era kemajuan tekhnologi menuntut bangsa ini ikut bersaing. Pasalnya tekhnologi merupakan strategi menciptakan kemandirian, kekuatan, dan membuka lapangan pekerjaan. Walaupun, memang menciptakan tekhnologi memangkas uang negara yang tidak sedikit. Tetapi yang jelas dapat membuka gerbang kemajuan bangsa Indonesia.

Dalam berupaya membangun kemandiran bangsa, tekhnologi merupakan pilar penting yang tak bisa terbantahkan lagi. Seharusnya, Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumberdaya bahan baku mampu menciptakan semuanya. Itulah catatan yang seharusnya terbesit oleh para pemimpin dan pejabat di negeri ini. Sehingga, bangsa kita” Indonesia” tidak menjadi bangsa yang kerdil di hadapan bangsa lain. Mengingat, kini dari segi peralatan militer Indonesia sudah tertinggal jauh. Akhirnya, untuk menjaga wilayah maritim saja, kita sering kecolongan.

Buku bertajuk, Jejak Pemikiran B.J Habibie: Peradaban Tekhnologi untuk Kemandirian Bangsa ini penting di baca. Di era kemajuan tekhnologi, gagasan dan ide pemikiran tekhnologi Habibie patut untuk di pikirkan kembali. Pasalnya, tanpa kemajuan tekhnologi sudah pasti bangsa ini sampai kapan pun akan selalu menjadi bangsa terbelekang. Maka dari itulah, sikap sadar dalam hal ini menjadi penting.

Ada beberapa pemikiran dan gagasan B. J. Habibie yang terangkum dalam buku ini. Misalnya, Iptek, Dimensi Baru Pembangunan Bangsa, Iptek Pengembangsan SDM Nilai Tambah, Sinergi Tekhnologi, Ekonoi Dan Budaya, dan Cetak Biru Iptek Progresif. Semua pemikiran progresifnya di curahkan untuk menjadi motifas bagi kemajuan bangsanya. Namun, nahas semua itu seolah tidak terdengar oleh pemerintah.

Mahalnya pengeluaran biaya untuk alokasi tekhnologi seperti membuat pesawat terbang masih menjadi kendala utama bagi pemerintah. Persoalan biaya pengeluaran menjadi hantu bagi pemerintah. Seharusnya, pembangunan yang di target bangsa ini, bukan hanya untuk mengutamakan pertumbuhan ekonomi semata tetapi juga pemeratannya. Padahal, lewat tekhnologi  nantinya pemerintah juga akan mampu memberikan lapangan pekerjaan yang cukup dan menciptakan negara ini tangguh. Serta di segani oleh bangsa-bangsa lain.

Memang, transformasi industri di negara-negara berkembang seperti Indonesia mahal namun bagi negara lain juga mahal. Nah, bagaimana mengatasi biaya yang cukup tinggi tersebut? Perlu diketahui bahwa, umumnya negara-negara industri mengambil sumber daya alam dari kawasan dunia. Yang biaya eksploitasinya tidak di tanggung oleh negara maju tetapi juga oleh umat manusia secara keseluruhan(hal,55)

Menurut Habibi, ada segi tiga mitra  yang di butuhkan dalam hal memajukan tekhnologi. Pertama, dunia usaha, pemerintah, dan perguruan tinggi untuk mempercepat difusi kemajuan tekhnologi serta kemampuan berinofasi.  Hiruk pikuknya persoalan pembangunan bangsa yang di jalankan saat ini, penting sekiranya untuk merenungkan dan menyadari kembali dasar-dasar falsafah dan setiap hal yang ingin di bangun dan dikembangkan. Sehingga, tidak mudah terhenti di tengah jalan.

Gagasan membangun kemandirian bangsa dengan tekhnologi ala Habibi ini, patut di renungkan kembali. Terlebih, kini bangsa ini sudah di hadapkan dengan ledakan penduduk yang cukup dahsyat. Dan banyak masalah deportasi TKI dari luar negeri. Lantas, bagaimanakah memberikan lapangan pekerjaan kepada mereka? Sehingga, membangun kemandirian bangsa cepat atau lambat di butuhkan bangsa Indonesia.

Menurut saya, sekumpulan ide dan gagasan progresif Habibi yang semula tercecer dalam berbagai makalah maupun teks pidatonya, selama menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi sejak tahun 1978 hingga Maret 1998, tentang arah industri strategis dan pembangunan Iptek masih relevan bagi suatu negara berkembang khusunya Indonesia untuk di realisasikan sekarang ini. Amat di sayangakan, jika pemikiran sekaliber Habibi, terabaikan begitu saja. Bukankah, intregritas Habibi sudah tidak di ragukan di level internasional?

Tak pelak, sekumpulan pemikiran Habibi ini, menjadi masukan berharga bangsa ini. Akirnya, buku yang mengungkapkan jejak pemikiran Presiden Indonesia ketiga ini, wajib dibaca oleh siapa saja. Selamat membaca!

Minggu, 08 Januari 2012

Memahami Makrifat Jawa


Dimuat Analisisnews.com  
Kamis, 05 Januari 2012
Judul Buku: Makrifat Jawa Untuk Semua, Menjelajah Ruang Rasa Dan Mengembangkan Kecerdasan Bathin Bersama Ki Ageng Suryomentaram
Penulis: Abdurrahman El Ashiy
Penerbit: Serambi
Tahun: 1, Agustus 2011
Tebal:  310 halaman
Harga : Rp45.000,-

"Man’ arafa nafsahu faqad’arafa Rabbahu” Orang yang telah memahami dirinya otomatis makrifat kepada Tuhannya.
Orang Jawa kerap kali di persepsikan sebagai masyarakat yang percaya akan suatu di luar rasionalitasnya. Setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan senantiasa dikaitkan dengan hal-hal gaib. Wajar, jika dalam masyarakat Jawa kuno banyak orang yang melakukan berbagai cara untuk mengisi ruang bathinnya. Supaya menemukan keajaiban dan kekuatan. Terlebih, bagi masyarakat yang hidup di sekitar keraton warisan budaya tersebut selalu di pertahankan secara turun- temurun. Lantas, menjadi penanda identitas bagi masyarakat Jawa secara keseluruhan.
Menurut Rasyidi,(1996) orang Jawa memiliki falsafah aliran kebatinan tersendiri yakni, “Sepi ing Pamrih, rame ing gawe” dan ikut “memayu hayuning Bawana”. Maksudnya, banyak bekerja bhakti tanpa mementingkan keuntungan pribadi dan ikut membentuk dunia yang indah dan makmur. Ironisnya, kini ajaran-ajaran kearifan lokal justeru semakin kehilangan makna di hati masyarakat “jawa” modern.
Bila kita telusuri, di Jawa banyak sekali warisan agung mengenai ajaran kearifan lokal yang sudah mapan. Misalnya, Serat Dewa Ruci, Suluk Gatholoco, Suluk Darmogandhul, Serat Syeh Siti Jenar, dan Serat Wirid Hidayat Jati Raya untuk di pelajari generasi selanjutnya. Ironisnya, semua itu kini kurang di minati. Tentu, ada berbagai persoalan yang menjadi penyebab ketidakpedulian masyarakat Jawa modern terhadap tradisi para leluhurnya. Penyebabnya adalah masyarakat Jawa modern sudah banyak yang terkontaminasi dengan budaya modern. Yang sedikit banyak justeru mendorong manusia mengejar materi ketimbang mencari jati diri. Akhirnya, tidak sedikit dari masyarakat modern krisis spiritual.
Buku “Makrifat Jawa Untuk Semua”ini, hendak memperkenalkan salah satu khazanah kearifan lokal “tasawuf” yang pernah membumi di tanah Jawa kepada kita. Yaitu, ajaran ki Ageng Suryamentaram dari Ngayogyakarto. Ada tiga pembahasan makrifat Jawa yang di ulas oleh Abdurrahman Asiy di buku ini, yakni Relasi Takdir Tuhan dan Pilihan Bebas Manusia, Cinta Kuasa Manusia, Makrifat. Ketiganya, merupakan mutiara yang penuh makna. Baik di tinjau dari kajian filsafat maupun tasawuf.
Diakui maupun tidak, manusia sebagai makhluk pencari makna kerap jatuh putus asa dan mencari berbagai cara untuk mencari alternatif supaya dapat menenangkan bathinnya. Terlebih bagi kita yang hidup di zaman seperti sekarang ini, banyak gejolak bathin yang tak mampu di selesaikannya. Bahkan, masyarakat di Barat sendiri untuk mencari jati dirinya banyak melakukan berbagai meditasi.
Kembali ke ajaran ma’rifat Jawa, menurut Ki Ageng, manusia dapat mempelajari atau mengetahui segala sesuatu melalui tiga macam perangkat dalam diri. Pertama, melalui panca indera yakni, penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan perabaan. Kedua, melalui rasa hati, rasa yang merasa aku, merasa ada, senang, dan susah. Ketiga, melalui pengertian atau pemahaman yang berguna untuk menentukan suatu hal yang berasal dari pancaindera dan perasaan. Dengan menjadikan diri sebagai “pengawilan pribadi”objek, kita dapat mempelajari manusia secara keseluruhan. (hal,52)
Ajaran tasawuf Ki Ageng Suryomentaram ini, dapat menjadi resep mujarab bagi kita dalam kehidupan yang universal. Serta, mendorong diri kita untuk menghadapi apa yang saat ini terjadi dengan mengedepankan keluhuran kemanusiaan. Abdurrahman El Ashiy memberikan tips kepada kita untuk menempa diri(yang di ambil dari ajaran Ki Ageng).  Pertama, mengamati dan meneliti rasa bathin kita yang muncul serta bertanya dan menjawabnya dengan jujur.
Kedua, membangkitkan kesadaran sejati”aku sejati” supaya senatiasa menjadi subjek dalam menghayati kehidupan dengan penuh kesabaran dan memiliki keberanian menghadapi kenyataan hidup. Ketiga, mengambil keputusan atau menentukan sikap atau tindakan berdasarkan situasi dan kondisi yang sedang dihadapi dengan meng kritik nilai-nilai yang kita yakini.
Buku ini, membantu kita memahami ajaran kearifan lokal yang sudah pernah membumi di tanah Jawa. Apalagi di tengah absennya masyarakat Jawa “modern” yang kini banyak tidak tertarik akan ajaran kearifan lokal. Penting kiranya, menggali khazanah warisan agung para leluhur kita untuk di pelajari.
Menurut saya, kehadiran buku ini amat tepat. Memahami makrifat Jawa sebagai upaya memupuk jiwa kita menjadi penting. Dan, menjadi alat control bagi kita untuk menyingkirkan sikap egoisme, keserakahan, dan keasyikan pada dunia. Tak pelak, buku ini bisa menghantarkan seseorang yang berminat untuk menemukan arti hidup dengan ajaran tasawuf. 

*)Ahmad Faozan, Ketua Himasakti (Himpunan Mahasiswa Santri Alumni Keluarga Tebuireng) Yogyakarta