Jumat, 16 September 2011

Memetik Makna Kehidupan

Di Muat Di Koran Jakarta
(Jumat, 16 September 2011)

Judul      : Belajar pada Kehidupan: Kisah-kisah Nyata Seputar Kesabaran, Keihklasan, dan Kejujuran
Penulis   : Dwi Bagus MB
Penerbit : Mizania
Tahun     : 1, Juni 2011
Tebal      : 376 halaman
Harga     : Rp39.000


Siapa orang tidak mau beruntung dalam hidup? Kehidupan dunia bak roda yang senantiasa berputar. Dalam hidup, sudah pasti banyak sekali gelombang kehidupan yang kapan saja bisa menghampiri. Kebahagiaan dan kesedihan senantiasa silih berganti. Bagi seseorang tidak hati-hati dalam menjalani hidup, sudah pasti akan tersandera problematika kehidupan. Lantas, bagaimanakah menjalani hidup penuh dengan makna?

Dwi Agus Mb melalui buku Belajar pada Kehidupan: Kisah-Kisah Nyata Seputar Kesabaran, Keihklasan, dan Kejujuran hendak berbagi kepada pembaca bagaimana menyikapi persoalan hidup yang kian kompleks, bagaimana menjadi yang beruntung.

Dengan belajar dari pengalaman hidup pribadi maupun dari orang lain, buku ini juga bermaksud menyadarkan pentingnya beberapa hal yang terkadang dianggap remeh, misalnya mempraktikkan sikap sabar, ikhlas, dan jujur.

Ada 225 kisah kehidupan yang tertuang dalam buku ini, misalnya kisah Pak Arif yang mengaku dirinya seorang fakir. Padahal, ia merupakan salah satu dosen perguruan tinggi di Surabaya yang juga merupakan pengusaha. Selain orang terhormat, ia juga kaya.

Ia hidup mengasingkan diri dari rumah. Bahkan, menempati rumah berada di gang sempit yang tidak dapat dilalui motor demi menjauhkan diri dari gemerlap indahnya dunia (hal 22).

Kisah kezuhudan Pak Arif di atas membuat diri kita iba melihatnya. Saat kini banyak orang berlomba-lomba mencari status sosial, ia justru belajar menjadi orang miskin dan terasing. Mampukah kita mencontoh kehidupan seperti Pak Arif?

Di tengah kondisi kehidupan bermasyarakat seperti sekarang ini, ketika banyak orang tidak lagi mencerminkan pribadi mulia di hadapan Tuhan dan sesamanya, seperti gila jabatan dan tamak. Demi jabatan, banyak pejabat justru berkorupsi. Kejujuran, kesabaran, dan keikhlasan dalam mengabdi kepada bangsa dan rakyat tidak ada. Bukankah sebaik-baik orang adalah yang baik akhlaknya?

Salah satu faktor yang membuat diri kita berbuat kurang terpuji adalah karena diri kita belum mampu menjadi orang yang menahan hawa nafsu kita yang kerap mendorong ke arah perbuatan negatif. Kita kerap bersikap iri hati bila teman kita memiliki sesuatu di atas kita. Hal semacam itulah sesungguhnya yang membuat diri kita tidak sadar.

Buku ini mengajarkan kepada tiga hal dalam kehidupan ini. Pertama, menjadi orang sabar. Dengan bersabar seseorang akan bersikap dewasa ketika menyikapi ujian dan cobaan. Kedua, ikhlas. Berbuat ikhlas membantu membersihkan diri dari sifat iri dan dengki.

Ketiga, jujur. Sebab, jujur merupakan parameter integritas seseorang dalam pandangan kehidupan bermasyarakat. Bahkan, para pemuka agama kerap dalam ceramahnya mengatakan sabar, ikhlas, dan jujur merupakan tiga pilar hidup yang harus tertanam dengan baik dalam diri seseorang.

Sebenarnya, begitu banyak pelajaran hidup yang dapat kita petik di sekitar kita. Hanya saja, diri kita terkadang terlalu jauh berpikir dan banyak pertimbangan. Akhirnya, pelajaran hidup di sekitar kita menjadi sirna.

Buku ini layak dijadikan pegangan hidup oleh siapa saja untuk dipraktikkan dalam kehidupan seperti sekarang ini. Dengan membaca buku ini, kita akan menemukan mutiara kehidupan yang sering tak kita sadari banyak tercecer di sekitar kita. Selamat membaca!

Peresensi adalah Ahmad Faozan, Ketua Himasakti (Himpunan Mahasiswa Alumni Tebuireng), Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar