Kamis, 11 Desember 2014

Mengurai Sejarah Tebuireng

Dilansir dari Tebuireng org.
Judul buku      : Profil Tebuireng
Penyusun        : A. Mubarak Yasin dan Fathurahman Karyadi
Tebal                : 242 halaman
Penerbit          : Pustaka Tebuireng
Harga             : RP. 160. 000

Perhatikan sejarahmu untuk hari esok”(Qs: Al- Hasyr ( 59) :18)
Sejak berdirinya pesantren Tebuireng pada 28 Rabiul Awal 1317 H( bertepatan dengan tanggal 3 Agustus 1899 M) hingga sekarang ini telah mencetak ribuan ulama. Bahkan, santrinya juga tak hanya menjadi tokoh agamawan saja, namun juga dibidang lainnya. Ikut serta mengubah peradaban masyarakat berbasis santri. Kehadiran Pesantren ditengah-tengah masyarakat sempat mendapatkan respon kurang baik. Seiring dengan berjalannya waktu masyarakat justru bangga akan kehadiran Pesantren Tebuireng.
Kesemua itu tidak terlepas dari kesungguhan, kegiggihan, dan perjuangan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari. Pesantren Tebuireng dalam perkembangannya telah menjadi pusat pendidikan keagamaan dan politik yang menentang penjajah. Dari Pesantren Tebuirenglah lahir partai-partai besar Islam di Indonesia. Misalnya,  Nahdlatu Ulama( NU), Majelis Islam A’la Indonesia(MIAI), dan lasykar-lasykar perjuangan seperti Hizbullah dan Sabililah. Menunjukan betapa Tebuireng memilih pengaruh cukup besar. Tidak hanya bagi masyarakat sekitar, namun juga bangsa Indonesia.
Merujuk data dari Pemerintah Jepang, tepatnya pada tahun 1942, jumlah santri dan ulama di Pulau Jawa sebanyak 25.000 orang. Kesemuanya pernah menyantri di Tebuireng. Menunjukan betapa Tebuireng  pada awal abad 20 yang di pimpin Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari memiliki pengaruh yang besar. Diantara santri Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari yang dikemudian hari menjadi ulama besar, pendiri, dan pengasuh pondok, misal, KH. Wahab Hasbullah(juga pernah menjadi lurah di Pondok Pesantren Tebuireng), KH. Bisri Syansuri, Pendiri PP. Denayar, KH. Chudori, Pendiri PP. Tegalrejo, KH. Abdul Karim, Pendiri PP Lirboyo, KH. As’ad Syamsul Arifin, KH. Maksum Ali, Pendiri Pesantren Seblak, KH. Adlan Ali, pendiri PP. Walisanga Cukir, dll.
Lewat buku “Profil Sejarah Tebuireng” ini, Mubarak Yasin, dan Fathurahman Karyadi, mencoba mengurai sejarah Pesantren Tebuireng. Dari mulai awal berdiri hingga masa sekarang ini. Pada masa awal keberadaan Pesantren Tebuireng kemudian dianggap menebar ancaman oleh pihak Belanda. Belanda pun kemudian memata-matai santri dan kiainya Tebuireng, dan menebar fitnah. Pada tahun 1913 lewat provokasi Belanda dengan cara menyusupkan pencuri akhirnya tewas ditangan santri. Peristiwa tersebut berbuntut panjang. Dimana Pondok Pesantren Tebuireng harus diluluhlantakan oleh Belanda. Banyak kitab yang dirampas dan dimusnahkan. Walaupun tak sampai memakan korban jiwa namun, hal ini sangat merugikan. Dari peristiwa ini Pesantren Tebuireng menjadi lebih dikenal. Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari pun bahu membahu membangunnya kembali.
Semula jumlah santri yang belajar ke Tebuireng hanya 28 orang. Pada tahun 1899, bertambah menjadi  200 orang pada tahun 1910, dan sepuluh tahun kemudian meningkat sekitar 2000 ribuan sastri. Para santrinya tidak hanya berasal dari daerah di Indonesia melainkan juga Singapura dan Malaysia. Kebesaran Pesantren Tebuireng selalu melekat dengan pengasuh pertamanya, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari. Beliau yang dikenal luas ilmunya atas kepakarannya dalam bidang hadis membuat nama Tebuireng semakin moncer dan banyak diminati. Guru Besar Tanah Jawa KH. Kholil Bangkalan pun mengakuinya dan ikut mengaji hadis kepada Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari  di Pesantren Tebuireng.
Pada akhir tahun 1920 jumlah santri mencapai seribu orang dan 1930 bertambah menjadi 2000 orang. Kala itu memecahkan rekor. Pasalnya belum ada pesantren yang memiliki santri sebanyak Pesantren Tebuireng. Model pembelajaran yang diadopsi oleh pesantren Tebuireng, yakni sistem sorogan dan bandongan. Kemudian ditambah dengan sistim musyawarah. Seiring berjalannya waktu kemudian sistim pendidikan tersebut mengalami perkembangan lagi dalam bentuk madrasah yang dikepalai langsung oleh KH. Maksum Ali, suami dari Nyai Khairiyah Hasyim. Madrasah tersebut dinamakan dengan Madrasah Salafiah Syafiiyah. Menyediakan dua kelas. pertama sifir awal dan sifir tsani. Serta sekolah persiapan selama lima tahun. Inovasi tersebut berjalan dengan baik.
Percontohan Pesantren
Setelah Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari berhasil mempersiapkan putranya KH. A. Wahid Hasyim. Maka majulah KH. A. Wahid Hasyim melakukan perubahan akan sistem pondok. Beliau berduet dengan KH. M. Ilyas(dikemudian hari menjadi Menteri Agama) yang menggantikan kepala madrasah sebelumnya di pimpin KH. Masum Aly. Tebuireng pun kemudian beradaptasi dengan cepat dan tepat. Lewat pendirian Madrasah Nizamiyah menjadi sarana menumpahkan ide KH. A. Wahid Hasyim.
Setidaknya ada tiga strategi khusus yang diimplementasikan. Pertama, memperluas pengetahuan santri. Kedua, memasukan pengetahuan modern. Ketiga, meningkatkan pengajaran secara aktif. Dalam berupaya mendukung proyek besar tersebut. Pesantren Tebuireng mulai berlangganan sejumlah surat kabar, buku, dan majalah berbaga bahasa. Santri pun kemudian banyak mendapatkan kesempatan untuk menambah wawasan secara luas. Menjadi nilai tambahan yang tepat. Pasalanya jika santri hanya mendalami kitab fiqh saja misalnya akan ketinggalan dengan penetahuan dibidang pengetahuan lain.
Misalnya, filsafat, politik, agaria, sosiologi dll. Terlebih kehidupan modern menuntut seseorang memiliki pengetahuan luas tentunya akan keteteran jika tidak mampu menyeimbangkan. Ide yang progresif dari seorang KH. A. Wahid Hasyim kala itu. Berani  menerapkan sistem pondok pesantren yang sesuai dengan zamannya. Walaupun toh awalnya banyak mendapatkan penolakan karena dianggap tak sesuai berkat dukungan ayahdanya sistem tersebut dapat bejalan dengan baik.
 Bahkan  menjadikan Pesantren Tebuireng sebagai representasi pondok pesantren yang mampu mengintregrasikan nilai budaya pesantren dengan budaya lain. Sehingga kader kader pesantren dapat tersalurkan dalam berbagai bidang. Artinya  alumnus pesantren Tebuireng tidak hanya menjadi kiai yang hanya lihai dalam masalah fiqh semata namun juga luas dalam berbagai pengetahuan. manakala negara membutuhkan Pesantren Tebuireng sudah mempersiakan. Tak sedikit, dari lembaga pesantren lain yang merujuk kepada Pesantren Tebuireng
Menjaga Spirit Perubahan
Pesantren Tebuireng sebagai pondok pesantren yang adaptif dan dinamis, dituntut untuk mampu mengaktualisasikan diri secara cepat dan tepat. Terlebih di era modern seperti sekarang ini, dimana lembaga pendidikan sudah menjamur. Jika lembaga pendidikan klasik seperti Pesantren Tebuireng tak mampu meningkatkan kualitas akan tertinggal dan mengalami kemunduran. Salahuddin Wahid, putra KH. Abdul Wahid Hasyim, sebagai generasi penerus Pengasuh Tebuireng berusaha memoles Tebuireng dengan lebi baik lagi. Misalnya, mendirikan Lembaga Penerbitan(Majalah, Pustaka, dan Website), Lembaga Sosial Pesantren Tebuireng, LSPT, pengembangan kampus UNHASY, kesehatan, puskestren, lembaga Penelitian, PKPM, dll. Bahkan, kini Pesantren Tebuireng juga melebarkan sayapnya, yakni membuka cabang di sejumlah tempat seperti, Pesantren Sains Tebuireng II didaerah Jombok. Menunjukan bahwa Pesantren Tebuireng selalu adaptif dan dinamis.
Buku  ini penting untuk dibaca. Baik oleh santri dan alumni maupun masyarakat luas yang hendak mengetahui secara mendalam mengenai sejarah Pesantren Tebuireng. Selamat membaca!
Peresensi Ahmad Fao, Pengelola Sanggar Kepoedang, komunitas penulis muda Tebuireng.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar