Minggu, 23 September 2012

Dokter Sebagai Kepanjangan Tangan Tuhan


Dimuat Radar Surabaya, edisi Minggu 23 09 2012

Judul: Playing God
Penulis: Rully Roesli
Penerbit: Qanita
Tahun: 1, 2012
Tebal: 200 halaman
Harga:Rp. 34.000




Sejak zaman klasik hingga modern seperti sekarang ini, status dokter di masyarakat memiliki kedudukan sangat istimewa. Siapapun pasti membutuhkan jasanya. Dimulai dari proses kelahiran, dewasa,dan masa tua. Bahkan, menjelang ajal sekalipun membutuhkan seorang dokter. Selain bertugas untuk mengobati seorang pasien, menjaga kesehatan masyarakat, juga melangsungkan eksistensi kehidupan umat manusia.

Pujian agung masyarakat kepada dokter yang sangat tinggi menjadikan banyak orang tertarik menekuni ilmu kedokteran. Walaupun toh, biaya pendidikannya ibarat mencapai selangit, dokter tetap menjadi primadona. Konon, seorang dokter selalu dicari walaupun toh ia pergi ke tempat terpencil. Terlebih dokter spesialis.

Lewat buku “Playing God” Rully Roesli, dokter ahli Ginjal, mengingatkan kepada kita semua bahwa yang memberikan kesembuhan yakni Tuhan. Dokter hanya mampu berusaha mengobati orang sakit, atau mengambil keputusan untuk melakukan suatu tindakan medis yang ekstrem dengan akibat yang masih hitam-putih, sehat atau meninggal. Dan, hanya kemahakuasaan Ilahi sesungguhnya yang tak bisa dicegah. 

Dokter sering diibaratkan seperti Tuhan dalam bertindak. Ia tidak boleh marah maupun emosi saat bekerja. Tak dapat dibayangkan jika sedang mengobati pasien seorang dokter dalam kondisi marah. Namun, mengapa kini banyak dokter yang dicacimaki oleh pasiennya? Bukankah, dokter juga manusia biasa yang tidak terlepas dari kesalahan? Bukankah, sehebat-hebatnya manusia selalu memiliki keterbatasan?

Setidaknya, ada 5 bab tema yang menjadi pembahasan buku ini. Misalnya, menentukan Nasib orang Lain, Menghakimi Diri Sendiri, Mengenal Sosok Seorang Dokter, Saat Mengadapi Akhir Kehidupan Kita. Kesemuanya itu diambil dari kisah hidupnya. Salah satu kisah pengalaman hidup yang menarik bagi cucu sastrawan Marah Roesli ini yaitu, pengalaman menghadapi kematian. Bukan kematian yang akan menghampirinya, melainkan kematian yang menghampiri pasien saat diperiksannya.(hal, 13)

Dalam kehidupan, keadilan Ilahi seringkali bekerja penuh misteri. Tanpa maksud menggurui, Rully Roesli menuturkan, bahwa kita harus memelihara sikap positif kepada Tuhan. Pasalnya, boleh jadi apa yang dibenci manusia adalah hal yang baik di hari esok. Atau sebaliknya, apa yang dianggap baik menurut manusia belum tentu baik.“Mengingat, ilmu kita amatlah sedikit dibandingkan dengan ilmu Allah untuk mengetahui segala sesuatu.”(hlm, 23) 

Dalam menyembuhkan pasien yang sudah kronis dan tak mampu disembuhkan lewat medis, doa menjadi solusinya. Roesli sering menggunakan Metode doa.” Jika Anda berdoa dengan penuh keyakinan, seperi nabi Ayyub, Anda mungkin akan menyaksikan hasilnya, tentunya atas izin Allah. (hlm,125)”. Hal tentang kekuatan doa bagi penyembuhan penyakit juga sudah banyak terbukti dan teruji secara ilmiah. 

Sebagaimana, bukti ilmiah yang dikutip buku ini, dari hasil penelitian Prof. Leonard Leibovici dalam majalah”British Medicial Journal (2001). Bahwa, sebanyak 3, 393 pasien dengan infeksi aliran darah (blood infection) dibagi dua kelompok.Kelompok pertama (1.691 orang) diberi obat plus doa. Kelompok kedua,(1.702) diberi obat tanpa doa. Tenyata, lama demam dan perawatan dirumah sakit lebih pendek kelompok kedua. 

Masalah kesembuhan bukan ada di tangan dokter melainkan Tuhan. Bukankah, Tuhan telah menyediakan sendiri daya sembuh pada setiap ciptaannya baik manusia, binatang, maupun tumbuhan? Kini, tinggal yang diciptakan apakah mau mengembangkan daya yang telah dikaruniakan tersebut atau tidak. Untuk itulah, menjaga sikap baik kepada Tuhan penting untuk dilakukan. “Bukan Tuhan tidak mau mendengarkan doa dari orang sakit atau miskin secara langsung.” (hlm, 22) Namun, manusia di tuntut untuk sadar terhadap apa yang telah ia lakukan di muka bumi? 

Buku ini, juga menyiratkan pesan kepada para dokter di zaman sekarang ini untuk tidak menyalahkan kewenangan. Walaupun”toh sudah banyak aturan dan etika kedokteran. Merebaknya malaprakteik kedokteran ilegal seperti sekarang ini banyak dokter yang bertugas tidak memenuhi standar kualitas kerja. Padahal dokter sudah banyak dilimpahi fasilitas dan kemudahan. Seolah melupakan cita-cita revolusi para pendahulunya.Sebuah buku yang menarik. (*) 

Oleh Ahmad Faozan, Bergiat di Renaisan Institute, Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar