Dimuat Wasaton 10-03 2013
Judul: Berbagi Hati
Penulis: Houtman Z. Arifin
Penerbit: Naoura Books
Tahun:, Januari 2013
Tebal: 260 halaman
Harga:Rp. 43.000
Hidup memang penuh dengan
ketidakpastian, namun seseorang tidak boleh
putus harapan dalam menjalani kehidupannya. Dan beranggapan bahwa bahwa modal utama dalam hidup yakni, keuangan, prasarana
lengkap, kecerdasan memadai, niat, dan rencana sempurna. Padahal modal utama
dalam hidup yang tepat adalah waktu.Sebab, semakin seseorang bersikeras
dan tidak mau menerima kenyataan dalam hidup, maka akan semakin perih yang
dialami. Ironisnya, selama ini banyak orang lupa akan hal itu.
Sesungguhnya, jika
seseorang dalam hidup hanya bermodalkan materi, bilamana malaikat maut
tiba-tiba datang menjemput ruh seseorang tak akan menjadi artinya semua itu. Artinya,
kontrak sebagai penduduk di muka bumi sudah jatuh tempo, alias kadarluarsa.
Tidak ada waktu lagi bagi seseorang untuk berkarya. Sudahkah, Anda belajar pada
kehidupan?
Buku bertajuk Berbagi
Hati ini, mengajak kepada kita untuk belajar pada kehidupan.dengan
begitu, kita akan meraih kebahagiaan lahir dan bathin Menurut Houtman, penulis buku ini, sekarang banyak orang
tersihir oleh kehidupan yang serba keduniawian semata. Akhirnya,
membutakan mata bathinnya. Misalnya, demi meraih kesuksesan hidup, banyak orang
berlomba-lomba mengejar materi kehidupan, yang konon dengan materi melimpah,
akan menjamin kebahagiaan hidup seseorang. Ironisnya, hal demikian banyak
dilakukan dengan cara-cara kurang beretika.
Hidup selalu berubah dan satu-satunya
yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri. Dalam hal ini, Hotrman,
menuturkan bahwa untuk meraih kesuksesan dalam hidup seseorang harus memiliki
beberapa prasyarat. Pertama, ada kesempatan. Kedua, motivasi. Ketiga,
semangat, keempat, kemampuan/skill. Selain itu, seseorang juga harus
mempersiapkan pengetahuan,(knowledge,) kompetensi, pengalaman,(experience)
dan kapasitas(capacity) untuk melakukannya.
Ditengah-tengah kondisi
kehidupan sosial yang penuh dengan hiruk pikuk, penting sekiranya menjadikan
diri kita menjadi manusia yang mampu tampil konsisten dalam menggapai segala
visi dan misi kehidupan. Sehingga, diri kita tak mudah terjerumus dalam
kehidupan yang penuh kekacauan. Meraih kesuksesan dalam hidup merupakan impian
bagi setiap orang. Bahkan, segala cara dilakukan untuk meraih kesuksesan,
seperti, berkorupsi dan meninggalkan keluarga. Padahal
sejatinya sukses adalah kebahagaian
bathiniah, bukan serba materian-sich.
Memang benar, bahwa yang
pertama seseorang lihat dari arti kesuksesan, yakni
pencapaian atas ukuran duniawa’materi’. Sebab, pencapaian materi erat kaitannya
dengan ikhtiar, nalar, perhitungan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
kecerdasan akliah”intelectual quotient”. Padahal sukses juga membutuhkan
kepuasan bathin, yang hanya memiliki dimensi ukuran khusus. Selain kebutuhan
badani, seseorang juga membutuhkan kebutuhan atas segala yang tak terukur
materi.
Nah,
inilah yang banyak dipahami oleh sebagaian orang. Untuk dapat meraih kesuksesan hidup
seseorang juga membutuhkan proses
kematangan diri. Modal utama dalam
hidup adalah waktu. Adapun seperti, modal keuangan, prasarana lengkap, kecerdasan memadai,
niat, dan rencana sempurna akan menjadi hal yang sia-sia, bila malaikat maut
tiba-tiba menjemput.(hal,170)
Kini, seiring dengan pesatnya kemajuan tekhnologi dan informasi banyak seseorang menjalani kehidupan seperti robot, akhirnya hidupnya berjalan tanpa makna. Bahkan, menjadikan seseorang menjadi pribadi yang cenderung individual dan egoistis, tak mau untuk berbagi dengan orang lain. Simbol-simbol hidup yang dipakai seolah dimesinkan. Semakin lama makin berjarak, dan jauh dari rasa yang seharusnya ada. Bukankah, kita tak akan pernah mampu mengukur seberapa besar kemampuan kita mengimbangi anugerah yang telah diberikan Tuhan kepada kita?
Menurut mantan Presiden Citibank ini, ukuran kesusesan tidak bisa di ukur dengan materi melimpah yang kita dapat, tetapi upaya untuk mendapatkan kepuasan yang di inginkan sejak semula, dan jika kita mampu memberikan kepuasan untuk jangkauan banyak orang. Tak ada artinya, jika kita memiliki materi melimpah, sedangkat bathin kita gelisah. Untuk mendapatkan kesuksesan dalam hidup, seseorang membutuhkan kepuasan bathin. Yang kadang-kadang tak mampu di jangkau secara intelektual. Ironisnya, kini banyak orang yang mudah tertipu, yakni mengukur kesuksesan dengan serba materi.(hal, 205)
Kini, seiring dengan pesatnya kemajuan tekhnologi dan informasi banyak seseorang menjalani kehidupan seperti robot, akhirnya hidupnya berjalan tanpa makna. Bahkan, menjadikan seseorang menjadi pribadi yang cenderung individual dan egoistis, tak mau untuk berbagi dengan orang lain. Simbol-simbol hidup yang dipakai seolah dimesinkan. Semakin lama makin berjarak, dan jauh dari rasa yang seharusnya ada. Bukankah, kita tak akan pernah mampu mengukur seberapa besar kemampuan kita mengimbangi anugerah yang telah diberikan Tuhan kepada kita?
Menurut mantan Presiden Citibank ini, ukuran kesusesan tidak bisa di ukur dengan materi melimpah yang kita dapat, tetapi upaya untuk mendapatkan kepuasan yang di inginkan sejak semula, dan jika kita mampu memberikan kepuasan untuk jangkauan banyak orang. Tak ada artinya, jika kita memiliki materi melimpah, sedangkat bathin kita gelisah. Untuk mendapatkan kesuksesan dalam hidup, seseorang membutuhkan kepuasan bathin. Yang kadang-kadang tak mampu di jangkau secara intelektual. Ironisnya, kini banyak orang yang mudah tertipu, yakni mengukur kesuksesan dengan serba materi.(hal, 205)
Kehadirian
buku setebal 260 halaman ini, menyadarkan seseorang bahwa kebahagiaan tak pernah
bisa diukur dengan takeran materi, melainkan hati. Selamat membaca!
Ahmad
Faozan, Permbaca buku tinggal di Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar