Selasa, 12 Maret 2013

Berbagi Hati

Dimuat Wasaton 10-03 2013
Judul: Berbagi Hati
Penulis: Houtman Z. Arifin
Penerbit: Naoura Books
Tahun:,  Januari 2013
Tebal: 260 halaman
Harga:Rp. 43.000


Hidup memang penuh dengan ketidakpastian, namun seseorang tidak boleh putus harapan dalam menjalani kehidupannya. Dan beranggapan bahwa bahwa modal utama dalam hidup yakni, keuangan, prasarana lengkap, kecerdasan memadai, niat, dan rencana sempurna. Padahal modal utama dalam hidup yang tepat adalah waktu.Sebab, semakin seseorang bersikeras dan tidak mau menerima kenyataan dalam hidup, maka akan semakin perih yang dialami. Ironisnya, selama ini banyak orang lupa akan hal itu.

Sesungguhnya, jika seseorang dalam hidup hanya bermodalkan materi, bilamana malaikat maut tiba-tiba datang menjemput ruh seseorang tak akan menjadi artinya semua itu. Artinya, kontrak sebagai penduduk di muka bumi sudah jatuh tempo, alias kadarluarsa. Tidak ada waktu lagi bagi seseorang untuk berkarya. Sudahkah, Anda belajar pada kehidupan?

Buku bertajuk Berbagi Hati ini, mengajak kepada kita untuk belajar pada kehidupan.dengan begitu, kita akan meraih kebahagiaan lahir dan bathin Menurut Houtman, penulis buku ini, sekarang banyak orang tersihir oleh kehidupan yang serba keduniawian semata.  Akhirnya, membutakan mata bathinnya. Misalnya, demi meraih kesuksesan hidup, banyak orang berlomba-lomba mengejar materi kehidupan, yang konon dengan materi melimpah, akan menjamin kebahagiaan hidup seseorang. Ironisnya, hal demikian banyak dilakukan dengan cara-cara kurang beretika. 

Hidup selalu berubah dan satu-satunya yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri. Dalam hal ini, Hotrman, menuturkan bahwa untuk meraih kesuksesan dalam hidup seseorang harus memiliki beberapa prasyarat. Pertama, ada kesempatan. Kedua, motivasi. Ketiga, semangat, keempat, kemampuan/skill. Selain itu, seseorang juga harus mempersiapkan pengetahuan,(knowledge,) kompetensi, pengalaman,(experience) dan kapasitas(capacity) untuk melakukannya.

Ditengah-tengah kondisi kehidupan sosial yang penuh dengan hiruk pikuk, penting sekiranya menjadikan diri kita menjadi manusia yang mampu tampil konsisten dalam menggapai segala visi dan misi kehidupan. Sehingga, diri kita tak mudah terjerumus dalam kehidupan yang penuh kekacauan. Meraih kesuksesan dalam hidup merupakan impian bagi setiap orang. Bahkan, segala cara dilakukan untuk meraih kesuksesan, seperti, berkorupsi dan meninggalkan keluarga. Padahal sejatinya sukses adalah kebahagaian bathiniah, bukan serba materian-sich.

Memang benar, bahwa yang pertama seseorang lihat dari arti kesuksesan, yakni pencapaian atas ukuran duniawa’materi’. Sebab, pencapaian materi erat kaitannya dengan ikhtiar, nalar, perhitungan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kecerdasan akliah”intelectual quotient”. Padahal sukses juga membutuhkan kepuasan bathin, yang hanya memiliki dimensi ukuran khusus. Selain kebutuhan badani, seseorang juga membutuhkan kebutuhan atas segala yang tak terukur materi.   

Nah, inilah yang banyak dipahami oleh sebagaian orang. Untuk dapat meraih kesuksesan hidup seseorang juga membutuhkan proses kematangan diri.  Modal utama dalam hidup adalah waktu. Adapun seperti, modal keuangan, prasarana lengkap, kecerdasan memadai, niat, dan rencana sempurna akan menjadi hal yang sia-sia, bila malaikat maut tiba-tiba menjemput.(hal,170) 
 
Kini, seiring dengan pesatnya kemajuan tekhnologi dan informasi banyak seseorang menjalani kehidupan seperti robot, akhirnya hidupnya berjalan tanpa makna. Bahkan, menjadikan seseorang menjadi pribadi yang cenderung individual dan egoistis, tak mau untuk berbagi dengan orang lain. Simbol-simbol hidup yang dipakai seolah dimesinkan. Semakin lama makin berjarak, dan jauh dari rasa yang seharusnya ada. Bukankah, kita tak akan pernah mampu mengukur seberapa besar kemampuan kita mengimbangi anugerah yang telah diberikan Tuhan kepada kita? 
 
Menurut mantan Presiden Citibank ini, ukuran kesusesan tidak bisa di ukur dengan materi melimpah yang kita dapat, tetapi upaya untuk mendapatkan kepuasan yang di inginkan sejak semula, dan jika kita mampu memberikan kepuasan untuk jangkauan banyak orang. Tak ada artinya, jika kita memiliki materi melimpah, sedangkat bathin kita gelisah. Untuk mendapatkan kesuksesan dalam hidup, seseorang membutuhkan kepuasan bathin. Yang kadang-kadang tak mampu di jangkau secara intelektual. Ironisnya, kini banyak orang yang  mudah tertipu, yakni mengukur kesuksesan dengan serba materi.(hal, 205)

Kehadirian buku setebal 260 halaman ini, menyadarkan seseorang bahwa kebahagiaan tak pernah bisa diukur dengan takeran materi, melainkan hati. Selamat membaca! 

Ahmad Faozan, Permbaca buku tinggal di Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar