Judul: Tuhan dalam Otak Manusia
Penulis: Taufik Pasiak
Penerbit: Mizan
Tahun: 1, Juli 2012
Tebal: 469 halaman
ISBN: 976 979-433-725-7
Harga:Rp. 50.000
Dewasa ini, dunia medis sudah banyak mengalami
kemajuan yang signifikan. Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap dunia
kesehatan menjadikan peran seorang dokter laris manis di masyarakat. Bahkan, kini
untuk menjadi dokter seseorang harus mengeluarkan biaya tak sedikit. Ironisnya,
dunia kesehatan saat ini sudah terjauh dari nilai-nilai spiritualitas. Tidak mengherankan, jika dalam praktek penyembuhan
pasien, urusan spiritualitas dipisahkan dari urusan kedokteran.
Padahal spiritual menjadi kebutuhan semua orang
khususnya seorang dokter. Tentu saja hal itu sangat kontras dengan situasi
dahulu, dimana seorang dokter dalam mempraktikan dunia medis saat menyembuhkan
pasien mengaitkan dengan dunia spiritual.Bukankah, dengan spiritual seperti
berdoa, dapat menjadi sarana ekpresi dan emosi pasien?
Buku ini, mencoba mensinergikan dimensi spiritual dengan ilmu kedokteran. Menurut
Taufik Pasiak, ada suatu ciri-ciri yang eksekutif dalam dinamika otak beriman
yang berbeda dari orang tidak beriman, indikator orang beriman dapat bersifat
praktis. Meskipun urusan spiritual dianggap masalah sepele, seperti memberikan
motifasi, penerimaan terhadap takdir, dorongan melakukan ritual sesuai dengan
keyakinan agama, dan lain-lain, namun itu membantu rasa optimis seorang pasien
untuk bisa menghilangkan rasa sakitnya. Bahkan, mampu mengembalikan jati diri
seorang pasien.
Dengan melalui sistem Neourasains spiritual, diharapkan membantu para
dokter untuk lebih mampu menjelaskan secara ilmiah tentang kehadiran Tuhan dalam diri
manusia. Ketidakmampuan dokter menggabungan ilmu kesehatan dan agama sekarang
ini, membuat mereka keteteran saat memulihkan psikologis seorang pasiennya. Konon,
banyak dokter yang justeru berasumsi, bahwa lewat jalan medis sesungguhnya tempat pengobatan manusia. Baik urusan medis maupun kejiwaan. Pemisahan antara Spiritual dengan ilmu kesehatan tentu sangat disayangkan. Pasalnya, keduanya dapat berjalan berkelindan.
Menurut Brent(1996), pasca Hippocrates, ilmu kedokteran mulai terpisah dengan praktik-praktik religius menjadikan praktek dokter saat ini memiliki tiga kelemahan utama. Pertama, hanya mementingkan jasmani semata. Kedua, memetingkan penyakit dari pada manusia, ketiga, manusia jadi pasif dalam penyembuhan. Akhirnya, dokter dan tenaga medis acapkali kesulitan dalam memberikan intervensi terauoeutik, yang kadang kala berujung pada ketidakjelasan diagonis dan pilihan terapi.
Menurut Brent(1996), pasca Hippocrates, ilmu kedokteran mulai terpisah dengan praktik-praktik religius menjadikan praktek dokter saat ini memiliki tiga kelemahan utama. Pertama, hanya mementingkan jasmani semata. Kedua, memetingkan penyakit dari pada manusia, ketiga, manusia jadi pasif dalam penyembuhan. Akhirnya, dokter dan tenaga medis acapkali kesulitan dalam memberikan intervensi terauoeutik, yang kadang kala berujung pada ketidakjelasan diagonis dan pilihan terapi.
Berkaca pada sejarah Islam klasik, pada masa-masa awal perkembangan
ilmu kedokteran, para dokter justeru dikenal sebagai figur-figur yang religius. Seorang
dokter mendapatkan status dan kedudukan tinggi di masayarakat. Tentu, reputasi
dan dedikasinya bukan karena menguasai ilmu kesehatan semata, namun juga karena
ia ahli dalam berbagi bidang keilmuan lain. Seperti, ahli agama, arsitek, dam hukum. Diantaranya Ibnu Sina,(Ibensina, atau Aviecenna) Ar
Razi,( Razez) Abu Al Qasim,(Abulcasis) dan Ibn Hayyan merupakan pakar filusuf,
arsitek, dan teolog yang kondang di zamannya. Dan, ilmu(medisnya) menjadi rujukan
utama para sarjana Barat hingga sekarang ini.
Melalui buku ini, diharapkan dapat menggugah kesadaran para dokter, bahwa jika spiritual diterapkan dalam pemerikasaan dan diagonis penyakit, maka pengelolaan dalam bentuk rekam medis dan terapi akan memberikan nuansa tersendiri dalam pengelolaan pasien. Dan, seseorang juga akan merasakan bahwa setiap jengkal tubuhnya, di setiap sel darah yang mengalir di dalam pembuluh darahnya, dan di setiap unsur kimia yang bekerja secara dinamis, Tuhan akan senantiasa hadir dan ada.
Melalui buku ini, diharapkan dapat menggugah kesadaran para dokter, bahwa jika spiritual diterapkan dalam pemerikasaan dan diagonis penyakit, maka pengelolaan dalam bentuk rekam medis dan terapi akan memberikan nuansa tersendiri dalam pengelolaan pasien. Dan, seseorang juga akan merasakan bahwa setiap jengkal tubuhnya, di setiap sel darah yang mengalir di dalam pembuluh darahnya, dan di setiap unsur kimia yang bekerja secara dinamis, Tuhan akan senantiasa hadir dan ada.
Menurut Pasiak, ilmu kedokteran dan
spiritualitas merupakan dua hal yang berjalan bersama-sama. Kepiwaian mereka
dalam mengintregrasikan ilmu agama dan medis menunjukan manusia yang religius
dan bermakna dalam kehidupannya. Ibnul Qayyim Al Jawsiyah(1292-1350 M) dalam kitabnya
Ath-Thibb An-Nabawy, menuturkan, hendaknya seorang dokter memiliki keahlian
dibidang penyakit hati dan ruh, serta pengobatannya. Pasalnya pangkal yang yang
agung untuk pengobatan badan. Mengingat, terpengaruhnya badan dan sifat
alamiyahnya oleh jiwa dan hati adalah kenyataan yang telah terbukti.
Buku setebal 469 halaman ini, mencoba mengintregrasikan
ilmu agama dengan kesehatan. Mengingat hal itu saat ini, sangat perlu dilakukan.
Bukankah, saat ini juga manusia sedang mengalami krisis spiritual? Bukankah,
bangsa Indonesia masyarakatnya juga sangat agamis? Kajian buku ini hadir untuk
mewujudkan kesehatan spiritual berdasarkan Neurosains.
Oleh
Ahmad Faozan, pembaca buku tinggal di Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar