Judul buku :
Agama NU untuk NKRI
Penulis :
Ahmad Baso
Tahun Terbit : 1
Oktober 2013
Penerbit : Putaka Afid Jakarta
Tebal :
325 halaman
Harga :
45.000
Nu
merupakan salah satu organisasi keagamaan yang baru saja menginjak usia ke 80
tahun. Usia yang cukup matang bagi sebuah organisasi keagamaan terbesar di
tanah air bahkan se Asia Tenggara. Dalam panggung sejarah Indonesia, Jamiiyah
Nahdlatul ulama(NU) juga tercatat memiliki sumbangsih besar bagi bangsa
Indonesia. Didirikan oleh para ulama seperti KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahab
Hasbullah pada 31 Januari 1926. Lewat NU para ulama memainkan perannya dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. ideologi
NU sangat diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia. Sebagai ormas
keagamaan yang memiliki basis pendukung di masyarakat bawah kini sudah
melebarkan sayap jaringan organiasasi di seluruh penjuru benua. Menunjukan
betapa NU kini semakin luas dan berkembang.
Buku
Agama NU untuk NKRI ini, mengugah kesadaran bersama akan pentingnya konsistensi
NU dalam berperan membangun masa depan bangsa Indonesia. Ahmad Baso,
intelektual muda NU dalam hal ini, tak henti-hentinya menggali khazanah NU. Ia menawarkan
pemikirannya, dari mulai agama NU dan masa depan NKRI, NU di era penjajahan
Ekonomi Baru, dan Dinamisasi ide-ide modern untuk kepentingan orang-orang desa.
Sebuah gagasan yang penting untuk merefleksikan kembali semangat juang para
pengurus dan jamaah NU.
NKRI
yang kini sedang dijanggit pelbagai persoalan seperti penyakit korupsi,
kemiskinan, penjarahan kekayaan alam oleh perusahaan asing, dll. Membutuhkan
solusi ampuh untuk menanggulangi semua itu. Dan mengelorakan semangat berjuang
dikalangan NU. Sebagaimana perjuangan yang telah dilakukan para faundhing
fathers dahulu. Terbukti tokoh-tokoh seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab
Hasbullah, KH. Wahid Hasyim, Gus Dur, dan KH. Sahal Mahfud yang terklebih
dahulu mengukir sejarah kesuksesan. Baik perjuangan lewat gerakan sosial,
pemikiran, dan politik.
Mencuatnya
aliran-aliran keagamaan di era kontemporer yang radikal dan fundamental sangat
meresahkan kita semua. Nah, dalam konteks inilah peran NU amat dibutuhkan.
Semestinya, masyarakat dapat hidup tenang dan damai. Semakin buruknya bangsa
Indonesia juga ikut menjadi preseden buruk bagi citra NU. Pengurus NU harus
dekat dan menyatu dengan masyarakatnya. Agar nantinya komunikasi soal-soal
mereka hadapi dalam kehidupan di era penjajahan baru ekonomi bisa mudah
disalurkan. (Hal. 49)
Selain
itu, NU juga memiliki kewajiban untuk terus mengawal NKRI dari berbagai ancaman
kekuatan asing. Semakin masifnya perjuangan tokoh-tokoh NU menjadikan bangsa
ini tersandera oleh negara-negara asing. Seperti dialami dari kalangan petani,
yang di gempur habis-habisan oleh produk impor. Hasil buah-buahan, beras,
kedelai, pun lantas membanjiri NKRI sekarang ini. Tak pelak, warga NU yang
notabene dari kaum tani keteteran menghadapi kehidupannya. Padahal negara ini
sangat subur dan melimpah kekayaan alamnya. Kebijakan pemerintah yang tidak
berpihak kepada masyarakat kecil hanya membuat bangsa ini istiqamah dalam
penderitaan.
Aset-aset
ekonomi strategis yang dimiliki NKRI telah dilepas ke pasar, lalu dimangsa
pihak asing yang memiliki modal besar. Tak pelak, liberalisasi, swastanisasi,
pencabutan subsid, hingga rezim neoliberal. Negara pun berlutut dibawah ketiak
penguasa-penguasa ekonomi global seperti IMF. Sebagaimana penuturan Ahmad Baso
dalam buku ini, bahwa di desa pesisir Gresik, basis peradaban Sunan Giri,
seorang kepala desa menjual tepi lautan ke
investor asing. Demi untuk melancarkan investinya, ia mengajak kerja
sama elit masyarakatnya. Setelah kawasan
itu di lego, barulah di urug tanah. Dan pihak investor pun sudah mengantongi
surat resmi.
Tak pelak, komunitas pesantren yang berada di
situ pun terancam. Mengingat, tidak jauh dari wilayah tersebut sudah terdapat
pengeboran minyak lepas pantai yang dikelola Amerika. Nah, inilah yang
semestinya menggugah tokoh NU untuk berjuang menyelematakan bangsa dan rakyat Indonesia dari orang-orang yang
berkhianat terhadap NKRI. KH. Wahid
Hasyim, ayah Gus Dur pernah mengingatkan, kalau
kita sebagai bangsa jangan seperti anak kecil; baru dikasih permen saja oleh
bangsa asing senangnya luar biasa; padahal mereka lebih banyak mengambil dari
bumi kita.( hal. 61)
Nampaknya,
kegelisahan intelektual muda, Ahmad Baso, dapat dibaca sebagai sebuah refleksi
akan komitmennya membela dan mengawal NKRI. Dalam karya terbarunya ini, juga
mengkritik orang-orang yang ada berada dilingkaran NU untuk sadarkan diri. Orang
NU tidak boleh berpuas diri akan perjuangan sosial. Sebagaimana dalam kaidah
fiqh, agama ini dibangun atas dasar kemaslahatan dalam penetapan syariatnya dan
untuik menolak kerusakan. Buku ini kaya akan sumber data, namun masih miskin pengembangan lebih mendalam. Sungguh pun demikian, penting untuk dibaca utamanya bagi para kader muda NU.
Diresensi
oleh Ahmad Faozan, Pengelola Sanggar Kepoedang(Komunitas Penulis Muda
Tebuireng), tinggal di PP Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar