Minggu, 02 Februari 2014

Dari NU untuk NKRI

Judul buku      : Agama NU untuk NKRI
Penulis               : Ahmad Baso
Tahun Terbit   : 1 Oktober 2013
Penerbit            :  Putaka Afid Jakarta
Tebal                    : 325 halaman
Harga                  : 45.000




Nu merupakan salah satu organisasi keagamaan yang baru saja menginjak usia ke 80 tahun. Usia yang cukup matang bagi sebuah organisasi keagamaan terbesar di tanah air bahkan se Asia Tenggara. Dalam panggung sejarah Indonesia, Jamiiyah Nahdlatul ulama(NU) juga tercatat memiliki sumbangsih besar bagi bangsa Indonesia. Didirikan oleh para ulama seperti KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahab Hasbullah pada 31 Januari 1926. Lewat NU para ulama memainkan perannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.  ideologi NU sangat diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia. Sebagai ormas keagamaan yang memiliki basis pendukung di masyarakat bawah kini sudah melebarkan sayap jaringan organiasasi di seluruh penjuru benua. Menunjukan betapa NU kini semakin luas dan berkembang.

Buku Agama NU untuk NKRI ini, mengugah kesadaran bersama akan pentingnya konsistensi NU dalam berperan membangun masa depan bangsa Indonesia. Ahmad Baso, intelektual muda NU dalam hal ini, tak henti-hentinya menggali khazanah NU. Ia menawarkan pemikirannya, dari mulai agama NU dan masa depan NKRI, NU di era penjajahan Ekonomi Baru, dan Dinamisasi ide-ide modern untuk kepentingan orang-orang desa. Sebuah gagasan yang penting untuk merefleksikan kembali semangat juang para pengurus dan jamaah NU.

NKRI yang kini sedang dijanggit pelbagai persoalan seperti penyakit korupsi, kemiskinan, penjarahan kekayaan alam oleh perusahaan asing, dll. Membutuhkan solusi ampuh untuk menanggulangi semua itu. Dan mengelorakan semangat berjuang dikalangan NU. Sebagaimana perjuangan yang telah dilakukan para faundhing fathers dahulu. Terbukti tokoh-tokoh seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Wahid Hasyim, Gus Dur, dan KH. Sahal Mahfud yang terklebih dahulu mengukir sejarah kesuksesan. Baik perjuangan lewat gerakan sosial, pemikiran, dan politik.

Mencuatnya aliran-aliran keagamaan di era kontemporer yang radikal dan fundamental sangat meresahkan kita semua. Nah, dalam konteks inilah peran NU amat dibutuhkan. Semestinya, masyarakat dapat hidup tenang dan damai. Semakin buruknya bangsa Indonesia juga ikut menjadi preseden buruk bagi citra NU. Pengurus NU harus dekat dan menyatu dengan masyarakatnya. Agar nantinya komunikasi soal-soal mereka hadapi dalam kehidupan di era penjajahan baru ekonomi bisa mudah disalurkan. (Hal. 49) 

Selain itu, NU juga memiliki kewajiban untuk terus mengawal NKRI dari berbagai ancaman kekuatan asing. Semakin masifnya perjuangan tokoh-tokoh NU menjadikan bangsa ini tersandera oleh negara-negara asing. Seperti dialami dari kalangan petani, yang di gempur habis-habisan oleh produk impor. Hasil buah-buahan, beras, kedelai, pun lantas membanjiri NKRI sekarang ini. Tak pelak, warga NU yang notabene dari kaum tani keteteran menghadapi kehidupannya. Padahal negara ini sangat subur dan melimpah kekayaan alamnya. Kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada masyarakat kecil hanya membuat bangsa ini istiqamah dalam penderitaan.

Aset-aset ekonomi strategis yang dimiliki NKRI telah dilepas ke pasar, lalu dimangsa pihak asing yang memiliki modal besar. Tak pelak, liberalisasi, swastanisasi, pencabutan subsid, hingga rezim neoliberal. Negara pun berlutut dibawah ketiak penguasa-penguasa ekonomi global seperti IMF. Sebagaimana penuturan Ahmad Baso dalam buku ini, bahwa di desa pesisir Gresik, basis peradaban Sunan Giri, seorang kepala desa menjual tepi lautan ke  investor asing. Demi untuk melancarkan investinya, ia mengajak kerja sama elit masyarakatnya.  Setelah kawasan itu di lego, barulah di urug tanah. Dan pihak investor pun sudah mengantongi surat resmi.

 Tak pelak, komunitas pesantren yang berada di situ pun terancam. Mengingat, tidak jauh dari wilayah tersebut sudah terdapat pengeboran minyak lepas pantai yang dikelola Amerika. Nah, inilah yang semestinya menggugah tokoh NU untuk berjuang menyelematakan bangsa  dan rakyat Indonesia dari orang-orang yang berkhianat terhadap NKRI.  KH. Wahid Hasyim, ayah Gus Dur pernah mengingatkan, kalau kita sebagai bangsa jangan seperti anak kecil; baru dikasih permen saja oleh bangsa asing senangnya luar biasa; padahal mereka lebih banyak mengambil dari bumi kita.( hal. 61)

 Nampaknya, kegelisahan intelektual muda, Ahmad Baso, dapat dibaca sebagai sebuah refleksi akan komitmennya membela dan mengawal NKRI. Dalam karya terbarunya ini, juga mengkritik orang-orang yang ada berada dilingkaran NU untuk sadarkan diri. Orang NU tidak boleh berpuas diri akan perjuangan sosial. Sebagaimana dalam kaidah fiqh, agama ini dibangun atas dasar kemaslahatan dalam penetapan syariatnya dan untuik menolak kerusakan. Buku ini kaya akan sumber data, namun masih miskin pengembangan lebih mendalam. Sungguh pun demikian, penting untuk dibaca utamanya bagi para kader muda NU. 


Diresensi oleh Ahmad Faozan, Pengelola Sanggar Kepoedang(Komunitas Penulis Muda Tebuireng), tinggal di PP Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar