Judul Buku:Gus Durku, Gus Dur Anda, Gus
Dur Kita: Kenangan, Wawancara Imajiner dan Guyonan Gus Durian
Penulis: As Hikam
Penerbit: Yrama Widya
Cetakan: 2013
Tebal: 312halaman
Harga : RP. 50.000
ISBN : 978-602-277-117-3
Gus Dur
merupakan salah satu diantara sekian guru bangsa yang tak pernah surut di
perbincangkan. Bahkan, sekarang ini, beliau bak laboratorium kemanusiaan. Yang
mengundang seseorang untuk meneliti dan menulisnya. Seorang tokoh yang memiliki
banyak predikat seperti humaris dan humanis tak cukup hanya di teliti dan
dibaca dari satu aspek semata. Kita semua yang sempat menjadi saksi sejarah
hidup beliau mengetahui bahwa seluruh hidup Gus Dur didesikasikan untuk
perjuangan kemanusiaan.
Sosoknya
yang humoris dan bersahabat kepada siapa saja. Pengikutnya yang berbasis di masyarakat
bawah sangat setia kepadanya. Sikap dan perlakuan Gus Dur yang baik
menjadikannya dapat diterima oleh semua kalangan. Dari mulai agamawan, rakyat
kecil, tekhnokrat, ilmuan, dan wartawan. Bahkan, pasca kepergiannya ke alam
barzah orang yang datang berduyun-duyun mendoakannya tiada henti saban harinya.
Menjadi sebuah bukti bahwa ia mendapatakan penghormatan yang tinggi utamanya
bagi masyarakat bawah bukan?
Buku ini, merupakan kisah kenangan hidup As
Hikam bersama Gus Dur. As Hikam, seorang mitra kerja Gus Dur di rezim
pemerintahannya, yakni menjadi Menristeknya. Menurutnya, Gus Dur berposisi tidak saja
sebagai presiden semata, namun juga sebagai orangtua dan guru dalam
kehidupannya. Diantara pengalaman yang berharga, misal kisah saat bercanda
mengenai masalah izin penggunaan nama Gus Dur untuk menjadi nama institusi
perguruan tinggi. Kala itu, ia duduk bersama Gus Dur, Ghofar, dan jamaah
NU. “Gus, nanti nama panjenengan boleh
enggak untuk nama sekolah atau universitas?”
Jawab
GD. Ah, nama saya paling untuk TK saja.. sembari tertawa”. Kenapa Gus,? Si
orang ini bertanya lagi.”tanya aja ke pak Ghofar(Rahman) ini..Dia kan Ketua PP
Maarif NU. Kata Gus Dur dengan senyam-senyum”. Hehehe..” kata pak Ghofar
sebelum melanjutkan. Kata Gus Dur, kalau
nama universitas, itu sudah jadi milik Mbah Hasyim, makanya ada
UNHAS(Universitas Hasyim Asy’ari), seperti yang di jombang itu. Kalau
untuk SMA dan Aliyah sudah menjadi milik Kiyai Wahid Hasyim(makanya banyak SMA
Wahid Hasyim), kalau SMP dan Tsanawiyah pakai nama Mbah Bisri atau Mualimat
Wahab Hasbullah).
Kalau pak Ud nanti wafat, paman GD dipakai untuk nama SD, kan
GD kebagian TK, TK Abduramhan Wahid, hehehe.”(Semua orang tertawa ngakak). GD
lalu menyambung, kasihan nama-nama beliau yang begitu besar kita pasang
universitasnya ternyata Cuma untuk tombo pengen saja, alias UTP. Semestinya
kalau membawa nama besar, harus mutunya sama besarnya.” NU Tidak penting
menciptakan banyak sekolah atau universitas, selama belum menunjukan
kualitas. (hal. 29)
Bagi As
Hikam, Gus Dur banyak mengajarkan dan mendorong supaya dirinya memiliki pengalaman dan pengetahuan luas dalam kehidupan. Sebagaimana dukungannya, yakni keikutsertaannya mengikuti pelatihan yang dilakukan sahabatnya. Alkisah, pada suatu kesempatan, ia
pernah mengikuti pelatihan di Ashram Ajarn Sulak
Sivakarsa (tokoh LSM yang bergerak dalam masalah advokasi dan pemberdayaan
masyarakat miskin, kebebasan berpolitik dan perlindungan HAM, di Thailand) yang
notabene juga seorang sahabat GD. Sebelum berangkat, ia menghadap GD
untuk meminta izin terlebih dahulu. GD pun merestuinya, “datang saja kang biar
kamu mendapatkan pengalaman dan pengetahuan”. Sesampainya di India, ia tinggal
di Ashram Budhis selama 7 hari.
Tempat
kegiatan yang diselenggarakan penuh sederhana, dimana ia harus bermandikan air
hujan yang ditampung dalam gentong dikamar mandi, dan makan nasi
sayur(vegetarian), dan tidurnya penuh gangguan nyamuk selama seminggu. Merasa
tak diberitahu sejak awal oleh GD bahwa kegiatan tersebut sangat menyusahkan para peserta, sempat memunculkan rasa kejengkelan di dalam diri Hikam. Walaupun begitu, ia segera sadar bahwa pelatihan tersebut penting
baginya. Ia mendapatkan pelajaran yang sangat berharga, yakni konsep hidup
sederhana. Hidup sederhana justeru menjadi senjata ampuh untuk melawan budaya konsumurisme. “yang penting kamu lulus, karena tidak semua orang yang baru dan
sudah lama tinggal di Barta, tahan tinggal di Ajran Sulak”(hal. 87)
Apresiasi patut kita haturkan kepada As Hikam, yang telah membagikan kisah bersama Gus Dur dalam bentuk buku. Dan tentu menjadi sesuatu yang berharga utamanya bagi GusDurian. Buku setebal 312 halaman ini, menjadi sarana mengobati
kerinduan kita akan Gus Dur. Semoga kita dapat meneladani dan
memperjuangkan warisan agungnya. Baik dalam wilayah pemikiran maupun perjuangan
sosialnya, membela kaum tertindas dan wong cilik. Selamat Membaca!
Oleh
Ahmad Faozan, Pengelola Sanggar Kepoedang, Komunitas Penulis Muda Tebuireng,
tinggal di Jombang, Jatim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar