Judul buku: Bukti Gus Dur
Itu Wali: 99 Kesaksian Tak Terbantahkan dari Sahabat, Orang Terdekat, Kolega
dan Keluarga
Penulis: Achmad Mukhafi
Niam dan Syaifullah Amin
Tahun Terbit: 1 Oktober
2013
Penerbit: renebook
Jakarta
Tebal
: halaman
Harga : 45.000
Pada zaman Walisanga setiap wali memiliki teritorial sendiri. Sunan Giri
hanya berdakwah di Gresik, Sunan Kudus di Kudus, Sunan Gunung Jati di Cirebon,
dan seterusnya. Sedangkan Gus Dur mempunya pengaruhnya mencakup seluruh wilayah
Nusantra, yang jangkauan wilayahnya berlipat-lipat dibandingkan walisanga. Banyaknya
peziarah yang mengunjungi makam Gus Dur saban harinya menunjukan, betapa ia
memiliki karamah. Meski sudah wafat, Gus Dur bahkan masih”menghidupi” orang
yang masih hidup, yaitu mereka yang menjalankan aktivitas ekonomi di sekitar
makamnya tersebut, mulai dari sektor transportasi, penjual suvenir dan makanan.
Demikian salah satu penuturan Prof.
Dr. Yudian Wahyudi, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, yang menilai bahwa Gus Dur
itu wali kesepuluh. (hal.8)
Dalam Al-Qur'an disebutkan,“Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu
tidak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Yaitu
orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.”(QS. Yunus
10:62). Wali merupakan salah satu tokoh penyebar Islam Jawa maupun Nusantara.
Mereka menjadi pemimpin sekaligus pembimbing masyarakat dalam menghadapi
problem kemasyarakatan. Kedekatannya dengan Tuhan kemudian dianggap sebagai
manusia suci. Dan pemeberi solusi kepada umat manusia.
Wali yang memiliki tugas menyebarkan pesan-pesan kebajikan dan mengajak
manusia menuju jalan kebenaran yang diridhai Tuhan. Sebagaimana para Walisangsa
dalam berdakwah, melalui akulturasi budaya Islam dan Jawa dapat di terima
dengan baik. Bahkan, menjadi salah satu gerakan tersukses dalam berdakwah.
Adakah sosok wali di era modern? Buku ini mencoba memberikan jawaban. Achmad
Mukhafi Niam dan Syaifullah Amin, penulis buku ini menghadirkan 99 kisah
tentang bukti kewalian Gus Dur.
Tercover dalam 9 bab, yakni Fenomena Kewalian Gus Dur,
Komunikasi deangan Para Wali, Karamah Gus Dur, Weurh sak durunge winarah,
Keistimewaan Gus Dur, Dekat dengan umat dan merakyat, Menjadi Presiden RI, Gus
Dur dimata Keluarga, dan Dipuji dan dimusuhi. Salah satu tanda-tanda
kewalian pada diri Gus Dur adalah sikap keberanianya dalam memperjuangkan
kebenaran tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan manapun. Beliau tidak
memiliki rasa takut dan susah.(halaman 3)
Tradisi dan kepercayaan wali dikalangan warga Nahdliyin hingga sekarang
ini masih mengakar kuat. Buku ini, menghadirkan bukti-bukti tanda kewalian
Gus Dur. Yang disaksikan para sahabat, keluarga, orang terdekat, dan
koleganya. Said Aqil Siradj dalam buku ini, membagi wali menjadi beberapa
tingkatan. Pertama, wali aqtab(penghulungny para wali). Merupakan tingkatan
tertinggi dalam derajat kewalian. Jumlah wali aqtab ini pada setiap abad
(100 tahun) hanya muncul satu. Kedua, wali aimmah(pemimpin para wali). Derajat
kewaliannya hanya dicapai oleh dua orang dalam setiap abad.
Ketiga, wali autad
yang berarti pasak bumi. Wali ini diyakini sebagai penyeimbang bumi agar tidak
mengalami keguncangan. Dan hanya deberikan kepada empat orang dalam setiap
abadnya. Keempat, wali abdal(pengganti). Wali ini selalu ada yang menyandangnya setiap zaman. Kelima, rijalul
ghaib. Derajat kewalian ini yang didapatkan oleh merek yang selalu khusuk
beribadah dan halus budi pakertinya. Serta tidak banyak diketahui oleh
masyarakat biasa. Mereka selalu bersikap rendah hati dan tidak mementingkan
kesenangan duniawi. Adapun derajat kewalian dibagi menjadi dua bagian. Pertama waliyullah dan wali
huquqillah.
Buku ini, menjadi sebuah pengukuhan akan kewalian Gus Dur dikalangan kaum
nahdliyin. Sebagai penghormatan tertinggi dan kecintaannya kepada Gus Dur.
Walaupun toh Gus Dur sendiri tidak membutuhkan
berbagai macam predikat apapun. Mengingat, tanpa predikat Wali semua orang
tetap akan mengenang jasa-jasanya semasa hidupnya. Mengingat perjuangan sosialnya yang ia berikan kepada sesamanya. Penting bagi kita semua
untuk mengambil sari teladan dari seorang Gus Dur.
Diresensi oleh, Ahmad
Fao, Pengelola Sanggar Kepoedang(Komunitas Penulis Muda Tebuireng), tinggal di
PP Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar