Sabtu, 01 Februari 2014

Sunan Abdurahman Wahid

Judul buku: Bukti Gus Dur Itu Wali: 99 Kesaksian Tak Terbantahkan dari Sahabat, Orang Terdekat, Kolega dan Keluarga
Penulis: Achmad Mukhafi Niam dan Syaifullah Amin
Tahun Terbit: 1 Oktober 2013
Penerbit:  renebook Jakarta
Tebal    :  halaman
Harga  : 45.000



Pada zaman Walisanga setiap wali memiliki teritorial sendiri. Sunan Giri hanya berdakwah di Gresik, Sunan Kudus di Kudus, Sunan Gunung Jati di Cirebon, dan seterusnya. Sedangkan Gus Dur mempunya pengaruhnya mencakup seluruh wilayah Nusantra, yang jangkauan wilayahnya berlipat-lipat dibandingkan walisanga. Banyaknya peziarah yang mengunjungi makam Gus Dur saban harinya menunjukan, betapa ia memiliki karamah. Meski sudah wafat, Gus Dur bahkan masih”menghidupi” orang yang masih hidup, yaitu mereka yang menjalankan aktivitas ekonomi di sekitar makamnya tersebut, mulai dari sektor transportasi, penjual suvenir dan makanan. Demikian salah satu penuturan  Prof. Dr. Yudian Wahyudi, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, yang menilai bahwa Gus Dur itu wali kesepuluh. (hal.8)

Dalam Al-Qur'an disebutkan,“Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.”(QS. Yunus 10:62). Wali merupakan salah satu tokoh penyebar Islam Jawa maupun Nusantara. Mereka menjadi pemimpin sekaligus pembimbing masyarakat dalam menghadapi problem kemasyarakatan. Kedekatannya dengan Tuhan kemudian dianggap sebagai manusia suci. Dan pemeberi solusi kepada umat manusia.

Wali yang memiliki tugas menyebarkan pesan-pesan kebajikan dan mengajak manusia menuju jalan kebenaran yang diridhai Tuhan. Sebagaimana para Walisangsa dalam berdakwah, melalui akulturasi budaya Islam dan Jawa dapat di terima dengan baik. Bahkan, menjadi salah satu gerakan tersukses dalam berdakwah. Adakah sosok wali di era modern? Buku ini mencoba memberikan jawaban. Achmad Mukhafi Niam dan Syaifullah Amin, penulis buku ini menghadirkan 99 kisah tentang bukti kewalian Gus Dur. 

 Tercover dalam 9 bab, yakni Fenomena Kewalian Gus Dur, Komunikasi deangan Para Wali, Karamah Gus Dur, Weurh sak durunge winarah, Keistimewaan Gus Dur, Dekat dengan umat dan merakyat, Menjadi Presiden RI, Gus Dur dimata Keluarga, dan Dipuji dan dimusuhi. Salah satu tanda-tanda kewalian pada diri Gus Dur adalah sikap keberanianya dalam memperjuangkan kebenaran tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan manapun. Beliau tidak memiliki rasa takut dan susah.(halaman 3) 

Tradisi dan kepercayaan wali dikalangan warga Nahdliyin hingga sekarang ini masih mengakar kuat. Buku ini, menghadirkan bukti-bukti tanda kewalian Gus Dur. Yang disaksikan para sahabat, keluarga, orang terdekat, dan koleganya.  Said Aqil Siradj dalam buku ini, membagi wali menjadi beberapa tingkatan. Pertama, wali aqtab(penghulungny para wali). Merupakan tingkatan tertinggi dalam derajat kewalian. Jumlah wali aqtab ini pada setiap abad (100 tahun) hanya muncul satu. Kedua, wali aimmah(pemimpin para wali). Derajat kewaliannya hanya dicapai oleh dua orang dalam setiap abad.

 Ketiga, wali autad yang berarti pasak bumi. Wali ini diyakini sebagai penyeimbang bumi agar tidak mengalami keguncangan. Dan hanya deberikan kepada empat orang dalam setiap abadnya. Keempat, wali abdal(pengganti). Wali ini selalu ada yang menyandangnya setiap zaman. Kelima, rijalul ghaib. Derajat kewalian ini yang didapatkan oleh merek yang selalu khusuk beribadah dan halus budi pakertinya. Serta tidak banyak diketahui oleh masyarakat biasa. Mereka selalu bersikap rendah hati dan tidak mementingkan kesenangan duniawi. Adapun derajat kewalian dibagi menjadi dua bagian. Pertama waliyullah dan wali huquqillah.

Buku ini, menjadi sebuah pengukuhan akan kewalian Gus Dur dikalangan kaum nahdliyin. Sebagai penghormatan tertinggi dan kecintaannya kepada Gus Dur. Walaupun toh Gus Dur sendiri tidak membutuhkan berbagai macam predikat apapun. Mengingat, tanpa predikat Wali semua orang tetap akan mengenang jasa-jasanya semasa hidupnya. Mengingat perjuangan sosialnya yang ia berikan kepada sesamanya. Penting bagi kita semua untuk mengambil sari teladan dari seorang Gus Dur.


Diresensi oleh, Ahmad Fao, Pengelola Sanggar Kepoedang(Komunitas Penulis Muda Tebuireng), tinggal di PP Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar